JurnalPatroliNews – Jakarta – Di balik geliat ekonomi yang digerakkan oleh investasi asing, warga di dua penjuru Eurasia Serbia dan Tajikistan menghadapi kenyataan pahit.
Tambang-tambang besar yang dikelola oleh perusahaan tambang raksasa asal Tiongkok, Zijin Mining Group, kini dituding menjadi sumber penderitaan mereka, mulai dari kerusakan lingkungan, polusi udara, hingga penggusuran yang tidak kunjung diselesaikan.
Dari kota Bor di Serbia timur hingga desa-desa di sekitar Panjakent di Tajikistan barat, keluhan warga terdengar senada: udara yang tak lagi layak hirup, tanah yang gagal menumbuhkan hasil tani, hingga air sungai yang mengandung racun.
“Baunya menusuk, membuat kepala berat dan perut mual. Ini jelas racun,” kata Asadulo Rahmonov, penduduk desa Khumgaron, Tajikistan, seperti dikutip oleh Radio Free Europe/Radio Liberty pada Minggu, 8 Juni 2025. Ia mengaku buah persik tak lagi tumbuh, dan tanaman mentimun tak berkembang seperti biasa. “Zijin mungkin membawa uang, tapi yang dikorbankan adalah udara dan tanah kami.”
Kondisi serupa dialami Milos Bozic di desa Krivelj, Serbia, yang menyebut tanah pertaniannya tidak lagi menghasilkan karena terpapar debu tambang yang tebal setiap hari.
Zijin mulai masuk ke industri tambang Serbia sejak 2018 melalui pengambilalihan aset tambang negara, lalu memperluas operasi mereka lewat pembukaan tambang tembaga Cukaru Peki pada 2021. Perusahaan mengklaim telah menginvestasikan lebih dari 250 juta dolar AS untuk teknologi pengendalian emisi seperti sulfur dioksida.
Namun, klaim itu belum cukup menenangkan masyarakat. Snezana Serbula, akademisi dari Fakultas Teknik di Bor, menyebut bahwa partikel berbahaya seperti arsenik dan debu halus (PM) masih terdeteksi di udara yang dihirup warga setiap hari.
Konflik sosial pun bermunculan. Banyak penduduk menolak menjual tanah mereka ke perusahaan tambang. “Mereka ingin beli rumah saya? Apakah harga diri saya juga ikut dihitung?” tanya Dragoslav Stanculovic, tokoh komunitas di Ostrelj, Serbia.
Meski demikian, pemerintah Serbia tetap memandang kehadiran investasi Tiongkok sebagai pendorong utama ekspor negara, yang nilainya mencapai lebih dari satu miliar dolar AS tahun lalu.
Tapi bagi warga seperti Vlada, uang tidak cukup untuk menggantikan dampak terhadap kesehatan. “Apa artinya uang kalau kita mengorbankan kesehatan?” katanya.
Komentar