Bisa Jadi 4 Faktor Sumber Corona RI Meledak, Ini Faktanya

JurnalPatroliNews Jakarta – Sudah sepekan penerapan PPKM Darurat ini diberlakukan pada wilayah Jawa dan Bali. Hanya saja angka penularan Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
Dalam penerapanannya aturan pengetatan ini memang bertujuan menekan laju meroketnya angka penularan yang terjadi beberapa pekan belakangan. Ledakan terjadi akibat dari beberapa permasalahan.

Berikut rangkumannya :

Banyak Libur Panjang

Seperti yang disampaikan Sekretaris Eksekutif I Komite Penanganan Covid – 19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC – PEN) Raden Pardede mengungkapkan merebaknya kasus Covid – 19 yang masif saat ini karena banyak libur panjang tahun 2020.

“Kali ini ada gabungan beberapa hal. Libur Lebaran, libur Kenaikan Isa Almasih, Hari Pancasila dan mengakibatkan masyarakat mengambil libur panjang,” jelas Raden dalam sebuah webinar yang diselenggarakan Indef, dikutip Minggu (11/7/2021).

Banyak Migran Masuk ke Tanah Air

Raden melanjutkan penularan yang masif ini juga imbas dari kedatangan para pekerja migran yang signifikan. Baik dari India, Saudi Arabia atau Timur Tengah. “Juga waktu itu ada wisatawan yang datang dari India,” jelasnya.

Seperti yang diketahui, varian corona delta diklaim menjadi biang keladi naiknya angka penularan Covid-19. Dari banyak ahli mengungkapkan mutasi virus ini sangat berbahaya karena lebih menular dibanding varian corona lainya.

Banyak pihak yang mengatakan virus ini berasal dari India, yang dimana Indonesia waktu itu masih menerima kedatangan wisatawan dari negara itu.

Indonesia Didominasi Varian Corona Delta

Raden menjelaskan virus Delta ini penyebaranya lebih cepat dari varian lain. Jika masyarakat tidak disiplin protokol kesehatan, varian ini dapat menularkan 117.649 orang. Dibandingkan Alpha hanya 15.625 orang.

“Konon katanya berdasarkan genome sequences, varian Delta ini sangat Dominan,” jelasnya.

“Ini yang membedakan, pembeda utama peristiwa dengan libur nataru (natal dan tahun baru), dan kenaikan lebaran pada bulan 5-6 (Mei-Juni) di tahun 2020. Ini mutasi virus baru yang tidak diperhitungkan sebelumnya,” kata Raden melanjutkan.

Tracing Kasus Covid Masih Rendah

Sementara itu, dari hasil Survei Serologi Covid – 19 dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia hingga Eijkman, menunjukkan tracing kasus Covid masih rendah. Sehingga masih banyak masyarakat Indonesia yang belum terdeteksi.

“Deteksi kasus Covid-19 di Jakarta masih rendah, kalau liat penduduk Jakarta 10,6 juta, prevalensi yang kita temukan akhir Maret 2021 sebesar 44,5% penduduk pernah terinfeksi, Kira-kira terestimasi 4,717 juta. Ini cukup besar,” kata Epidemiolog FKM UI Pandu Riono dalam konferensi pers, dikutip Minggu (11/7/2021).

Hasil itu mengejutkan karena yang terdeteksi jauh lebih sedikit dibandingkan data resmi yang terdata oleh Pemprov DKI Jakarta. Padahal, Pemprov DKI Jakarta sudah melakukan tracing dengan angka cukup tinggi.

“Kasus yang terlaporkan pada 31 Maret berdasarkan sistem hanya 382,055. Jadi sistem kita yang terdeteksi hanya 8,1%, jadi yang nggak terdeteksi kira-kira 91,9%. 90% lebih orang terinfeksi nggak terdeteksi sistem. Walau testing DKI sangat tinggi tapi belum banyak bisa mendeteksi. Karena sebagian besar nggak bergejala, toh yang bergejala juga nggak datang ke fasilitas kesehatan,” kata Pandu.

(*/lk)

Komentar