Faktor obesitas?
Profesor Testuo Fukawa, seorang sosiolog di Institution for Future Welfare di Tokyo, mengatakan apa yang terjadi di Jepang benar-benar luar biasa.
“Jumlah kematian benar-benar rendah,” katanya. “Pada 2020, angka harapan hidup di Jepang bahkan meningkat. Ini benar-benar istimewa. Di negara-negara lain- termasuk Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Prancis- angka harapan hidup di semua negara itu turun pada tahun 2020.”
Profesor Fukawa menduga ada kaitan antara tingkat kematian rendah akibat Covid, angka harapan hidup yang lama, dan tingkat obesitas yang rendah pula.
“Jepang mempunyai angka harapan hidup yang sangat lama,” ungkapnya. “Tak seorang pun dapat menjelaskannya. Kebiasaan makan Jepang mungkin mempunyai andil. Dan kemudian ada faktor tingkat obesitas.”
Hanya 3,6% penduduk Jepang masuk kategori gemuk sekali, salah satu persentasi paling rendah di dunia.
Profesor Fukawa lantas membandingkan angka harapan hidup, obesitas dan tingkat kematian Covid di sembilan negara. Hasilnya: negara yang mempunyai tingkat obesitas rendah mengalami kematian rendah pula.
Temuan ini tidak akan mengejutkan tenaga medis yang merawat pasien di AS. Di negara itu obesitas semakin kerap diyakini sebagai faktor penting dalam memperparah Covid.
Akan tetapi Profesor Shibuya mengatakan faktor itu bukanlah jawaban atas pertanyaan mengapa Jepang berhasil melewati pandemi dengan baik.
“Obesitas adalah faktor risiko,” terang Profesor Shibuya. “Tapi di tingkat penduduk, itu bukan faktor paling signifikan, bukan faktor X.”
Kenyataannya, menurut Profesor Shibuya, tidak ada hal luar biasa terkait dengan rekor Jepang ini.
Dikatakannya, jawabannya sederhana saja, yakni angka kematian di Jepang rendah karena jumlah kasusnya sedikit.
“Tingkat kematian di Jepang tidak bagus, tapi kami berhasil meminimalisir jumlah kasus,” tuturnya.
Dengan kata lain, jika kita tertular Covid di Jepang, risiko kematiannya mirip dengan di Eropa dan AS. Tapi di Jepang, kemungkin tertular itu kecil. Dan alasan di balik hal itu adalah perilaku.
Saya mendengar kabar dari para kolega di London bahwa di jalan-jalan sekarang ini hampir tak seorang pun mengenakan masker. Sekalipun di ruang tertutup, seperti kereta bawah tanah, jarang sekali.
Tidak di Jepang. Di sini, semua orang mengenakan masker – di taman, bahkan di pantai. Bahkan pengemudi mengenakan masker walaupun di dalam mobilnya tidak ada orang lain.
Lalu, tersedia hand sanitiser. Itu tersedia di mana-mana: di toko, toilet umum, stasiun kereta, restoran dan kafe; ke mana pun kita pergi, kita diharapkan membersihkan tangan sebelum menyentuh apapun.
Hal ini bisa terasa opresif dan tak logis kadang-kadang. Namun tak diragukan langkah tersebut efektif.
“Perilaku warga sangat baik, mengenakan masker dan menjaga jarak sosial,” kata Profesor Shibuya. “Tapi itu sudah berlalu.”
Dengan keberhasilan peluncuran program vaksinasi dan pencabutan keadaan darurat maka orang kembali ke kantor, pergi lagi ke tempat minum dan restoran.
Rasa takut yang membuat orang menjaga jarak selama satu setengah tahun semakin pudar. Dan karena itu, direktur riset di Tokyo Foundation for Policy Research, Profesor Kenji Shibuya, memperkirakan tingkat penularan yang sangat rendah di Jepang tidak akan berlangsung lama.
“Kami berada satu hingga dua bulan di belakang Eropa” ungkapnya. “Dalam waktu dekat, kami akan mengalami gelombang lagi.”
Komentar