JurnalPatroliNews – Jakarta – Nilai tukar rupiah kembali mengalami tekanan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah sentimen pelemahan ekonomi AS pada kuartal I-2025. Pada Selasa, 11 Maret 2025, rupiah ditutup melemah 0,4% ke level Rp16.400 per dolar AS, melanjutkan pelemahan sebelumnya sebesar 0,28% pada Senin, 10 Maret 2025.
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) pada pukul 14:56 WIB turun 0,5% ke angka 103,46, lebih rendah dibandingkan posisi sebelumnya di 103,84. Penurunan ini terjadi di tengah kekhawatiran pasar terhadap potensi resesi di AS, yang dikenal dengan istilah “Trumpcession“.
Istilah ini mencuat setelah data dari Federal Reserve Atlanta menunjukkan perkiraan Produk Domestik Bruto (PDB) AS akan menyusut dengan kecepatan signifikan sejak pandemi. Model GDPNow dari Atlanta Fed memperkirakan pertumbuhan tahunan pada kuartal saat ini sebesar -2,8% per 3 Maret 2025, turun dari +2,3% pada minggu sebelumnya.
Di sisi lain, perekonomian Indonesia juga menghadapi tantangan. Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2025 bisa berada di bawah 5,0%, disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat akibat berkurangnya stimulus ekonomi berupa bantuan sosial yang sebelumnya hadir di awal 2024.
Namun, pemerintah tetap optimis. Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Morgiarso, menyatakan bahwa indikator-indikator makro ekonomi seperti inflasi dan PMI manufaktur masih menunjukkan angka yang bagus pada Januari. Selain itu, momentum Ramadan dan Lebaran diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2025 mencapai 5%.
Dengan kondisi global yang tidak menentu, termasuk potensi resesi di AS, Indonesia perlu waspada dan terus memperkuat fondasi ekonominya untuk menghadapi tantangan ke depan.
Komentar