Apa Kata Novel ..? MK Minta Alih Status ASN Tak Rugikan Pegawai, WP : Tindakan Firli Tak Ada Dasar Hukum

JurnalPatroliNews – Jakarta,– Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tindakan Firli Bahuri menonaktifkan 75 pegawai yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan tak memiliki dasar hukum. “Tidak ada dasar hukum apapun mengenai adanya penyerahan tugas dan tanggung jawab pekerjaan kepada atasan,” kata Ketua WP KPK Yudi Purnomo lewat video pada Ahad, 16 Mei 2021.

Yudi mengatakan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 atau UU KPK hasil revisi menyatakan dengan jelas bahwa pegawai KPK yang sebelumnya pegawai tetap dan tidak tetap, berubah menjadi ASN. Putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa proses alih status menjadi aparatur sipil negara tak boleh merugikan pegawai KPK. “Ketua KPK sebagai pimpinan lembaga penegak hukum tentu harus patuh terhadap hukum yang berlaku di Indonesia,” ujar dia.

Ketentuan pegawai KPK harus mengikuti TWK tercantum dalam Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara. Aturan itu diteken oleh Firli Bahuri pada 27 Januari 2021. Dalam aturan itu, para pegawai diharuskan mengikuti asesmen tes wawasan kebangsaan yang dilakukan oleh KPK dan Badan Kepegawaian Negara. Tidak ada penjelasan mengenai konsekuensi bagi para pegawai yang tidak lolos tes.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Sigit Riyanto mengatakan pelaksanaan TWK bertentangan dengan hukum. Sebab, TWK tidak sekalipun disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 sebagai syarat untuk melakukan alih status pegawai. Ia mendesak agar KPK membatalkan hasil TWK tersebut.

“TWK yang diikuti oleh seluruh pegawai KPK memiliki problematika serius,” kata Sigit dalam pernyataan sikap yang dia buat bersama 73 Guru Besar lintas kampus.

Hasil TWK membuat 75 pegawai KPK dinonaktifkan. Mereka dinonjobkan melalui Surat Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 652 Tahun 2021 yang diteken Firli pada 7 Mei 2021. Dalam surat itu, Firli meminta pegawai yang dianggap tidak memenuhi syarat untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasannya.

Pelaksana tugas juru bicara KPK Ali Fikri membantah bahwa para pegawai itu dinonaktifkan. Dia menjelaskan maksud mengembalikan tugas adalah apabila ada pekerjaan yang berpotensi menimbulkan implikasi hukum, agar diserahkan lebih dahulu kepada atasannya langsung sampai ada keputusan lebih lanjut.

“KPK akan mengambil keputusan yang terbaik sesuai aturan yang berlaku atas hasil TWK dari BKN tersebut,” ujar dia.

Seorang pegawai KPK yang berasal dari bagian nonpenindakan mengatakan masih akan berangkat ke kantor setelah menerima Surat Keputusan penonaktifan tersebut. Dia menjadi salah satu pegawai yang dianggap tidak lolos TWK. Akan tetapi, dia mengatakan sudah diberi tahu oleh atasannya bahwa tidak bisa melakukan rutinitas pekerjaan seperti sebelumnya.

Penyidik senior KPK Novel Baswedan mengatakan tidak ada larangan untuk para pegawai yang dinonaktifkan untuk datang ke kantor. Novel menjadi salah satu pegawai yang juga dinonaktifkan gara-gara TWK. Dia mengatakan belum menerima Surat Keputusan dan tidak tahu apakah masih bisa menjalankan tugas seperti biasa.

“Kami akan mempertanyakan kepada struktural atau pimpinan tentang SK tersebut,” ujar dia.

Novel menilai permintaan menyerahkan tugas dan tanggung jawab dalam SK itu sewenang-wenang dan berpotensi menghambat kerja. Dia mengatakan bila benar Ketua KPK Firli Bahuri bertindak sewenang-wenang, maka para pegawai akan melaporkannya. Dia mempertanyakan motivasi Firli menerbitkan surat tersebut.

“Karena merugikan kepentingan negara dalam memberantas korupsi dan tidak jelas siapa yang diuntungkan. Bisa jadi hanya menguntungkan diri sendiri atau para pihak yang tidak suka dengan antikorupsi,” kata dia.

(*/lk)

Komentar