JurnalPatroliNews – Jakarta – Aroma korupsi besar-besaran belakangan ini kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, Anggota DPR RI dari Dapil Bali, Gde Sumarjaya Linggih (GSL) alias Demer, bersama sang anak Agung Bagus Pratiksa Linggih, diduga terseret dalam skandal korupsi pengadaan APD Covid-19 senilai Rp319 miliar.
Sejumlah aktivis mahasiswa mendatangi Gedung Kejaksaan Agung RI, menuntut aparat penegak hukum bergerak cepat menuntaskan kasus yang dinilai mencoreng wajah kemanusiaan di tengah pandemi pada Rabu (16/4/2025),
“Ini tanggung jawab moral kami sebagai mahasiswa dan warga negara. Kami tidak akan berhenti sampai para pelaku ditindak tegas,” tegas Amy, salah satu aktivis yang hadir dalam aksi di Jakarta.
Amy menyebut nama GSL secara gamblang, seraya menyebut dugaan keterlibatan anaknya yang menjabat sebagai Komisaris PT Energi Kita Indonesia (EKI), perusahaan yang ditunjuk langsung oleh Kementerian Kesehatan untuk pengadaan 5 juta APD pada Maret 2020.
Masalahnya, saat penunjukan itu terjadi, GSL masih menjabat sebagai Komisaris, sebelum digantikan oleh anaknya pada Juli 2020. Dugaan konflik kepentingan pun tak bisa dihindari.
Para aktivis menilai bahwa kasus ini menjadi ujian serius bagi integritas penegak hukum. Jika dibiarkan berlarut, kepercayaan publik terhadap lembaga negara akan runtuh.
“Ini bukan sekadar soal uang, tapi soal nyawa dan kemanusiaan. Korupsi di masa pandemi adalah kejahatan luar biasa. Dan pelakunya harus dihukum setimpal,” pungkas Amy.
Sebelumnya juga, Anggas aktivis antikorupsi asal Bali yang turut mengawal kasus ini, menyebut GSL sebagai “bandit politik yang harus diadili”. Ia bahkan menyatakan tidak gentar dengan anggapan bahwa GSL kebal hukum.
“Masyarakat menyebut dia kebal hukum? Tidak masalah. Bagi saya, selama ada data dan bukti, tidak ada yang kebal hukum di negeri ini,” tegasnya.
Anggas juga mengungkap bahwa laporan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bukan yang pertama. GSL disebut pernah disidangkan di MKD dalam kasus lain sebelumnya.
“Ini bukan laporan pertama. DPR seharusnya sadar dan bersikap tegas terhadap anggotanya yang diduga menggerogoti uang rakyat,” ucap Anggas.
Bahkan, menurutnya, berdasarkan hasil audit BPK, kerugian negara dalam proyek APD tersebut mencapai Rp319 miliar. Fakta ini semakin memperkuat tuntutan agar Kejaksaan Agung segera menetapkan status hukum terhadap para pihak yang terlibat.
Komentar