JurnalPatroliNews – Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan penyebab lambatnya penanganan kasus dugaan suap dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 Cirebon yang melibatkan General Manager Hyundai Engineering Construction, Herry Jung. Salah satu kendala utama adalah kebutuhan untuk memeriksa saksi-saksi berkewarganegaraan Korea Selatan.
Karena Herry Jung merupakan warga negara Korea, KPK harus menempuh jalur kerja sama internasional guna bisa melakukan pemeriksaan di luar negeri. Hal itu disampaikan oleh juru bicara penindakan dan kelembagaan KPK, Budi Prasetyo, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 5 Mei 2025.
“Pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang berada di Korea Selatan tidak bisa serta merta dilakukan. Kami perlu menunggu izin resmi agar bisa melaksanakan pemeriksaan sesuai yurisdiksi hukum Korea,” jelas Budi.
Ia menambahkan, sejak penyidikan kasus ini dimulai pada 2019, KPK terus menjalin komunikasi intensif dengan otoritas penegak hukum Korea Selatan, termasuk melalui Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Kehakiman Korea (Ministry of Justice).
“Upaya ini menjadi wujud kolaborasi internasional dalam memberantas korupsi lintas batas. Modus kejahatan korupsi kini semakin kompleks, bahkan melintasi yurisdiksi negara, jadi diperlukan kerja sama antarnegara yang solid,” tegasnya.
Dalam perkara ini, Herry Jung dan Sutikno, Direktur Utama PT Kings Properti, telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka diduga menyuap mantan Bupati Cirebon, Sunjaya, demi memuluskan proses perizinan proyek.
Herry Jung disebut telah memberikan uang sebesar Rp6,04 miliar kepada Sunjaya, dari total komitmen suap yang mencapai Rp10 miliar, untuk memperlancar perizinan PT Cirebon Energi Prasarana dalam pembangunan PLTU 2.
Sementara itu, Sutikno diduga menyetor suap senilai Rp4 miliar kepada Sunjaya untuk mendukung kelancaran izin usaha PT King Properti. Transaksi tersebut terjadi pada 21 Desember 2018 melalui ajudan pribadi sang bupati.
Komentar