JurnalPatroliNews – Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Haryanto, Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Internasional, dalam penyidikan kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi dalam proses perizinan Tenaga Kerja Asing (TKA).
Pemeriksaan terhadap Haryanto dilakukan pada Kamis (19/6/2025), di mana ia dicecar terkait aliran dana yang diterima dari agen-agen TKA dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).
“Terperiksa hadir, dan penyidik mendalami keterlibatan serta pengetahuannya terkait penerimaan uang dari agen TKA,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.
Haryanto menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Ia sebelumnya menjabat sebagai Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) pada 2019–2024 dan juga pernah menjabat Dirjen Binapenta dan PKK pada 2024–2025.
Ia sempat mangkir dari panggilan penyidik pada awal Juni lalu, namun sebelumnya hadir sebagai saksi pada 23 Mei 2025. Kini, ia resmi menyandang status tersangka bersama tujuh nama lainnya dalam kasus yang menyeret elite di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.
Mereka yang turut menjadi tersangka antara lain:
- Suhartono, Dirjen Binapenta dan PKK 2020–2023
- Wisnu Pramono, Direktur PPTKA 2017–2019
- Devi Angraeni, Direktur PPTKA 2024–2025 dan eks Koordinator Uji Kelayakan RPTKA
- Gatot Widiartono, pejabat PPK PPTKA dan Kepala Subdirektorat Maritim & Pertanian
- Putri Citra Wahyoe, staf Direktorat PPTKA
- Jamal Shodiqin, staf Direktorat PPTKA
- Alfa Eshad, staf Direktorat PPTKA
Dari hasil penyelidikan, diketahui Haryanto menerima uang hingga Rp18 miliar dari praktik pemerasan ini. Para tersangka lainnya juga mendapat jatah masing-masing, di antaranya:
- Gatot Widiartono menerima Rp6,3 miliar
- Putri Citra Wahyoe menerima Rp13,9 miliar
- Devi Angraeni menerima Rp2,3 miliar
- Wisnu Pramono menerima Rp580 juta
- Suhartono menerima Rp460 juta
- Jamal Shodiqin menerima Rp1,1 miliar
- Alfa Eshad menerima Rp1,8 miliar
Dana tersebut digunakan secara pribadi, termasuk untuk membeli aset dengan nama sendiri maupun atas nama keluarga. KPK juga mengungkap bahwa sedikitnya Rp8,94 miliar dibagikan secara rutin sebagai “uang dua mingguan” kepada sekitar 85 pegawai Direktorat PPTKA.
Kasus ini membuka tabir bagaimana sistem birokrasi ketenagakerjaan dimanfaatkan untuk memperkaya diri dan jaringan dalam skema pemerasan terhadap para calon pekerja asing.
Komentar