Pendapatan di Luar Gaji Dianggap Rezeki?, Cikal Bakal Korupsi Terjadi Karena Dua Faktor, Ini Kata Ketua KPK Firli Bahuri

JurnalPatroliNews – Jakarta,– Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan tindakan korupsi terjadi karena dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal yang dimaksud adalah gagal, lemah, dan buruknya sistem yang terdapat di suatu lembaga, sehingga terdapat adanya kesempatan tindakan korupsi.

“Faktor eksternal terjadi karena pertama, korupsi terjadi karena sistem. Bisa saja itu terjadi karena ada peluang untuk melakukan korupsi, yang kita sebut dengan corruption because of fail or bad system. Korupsi disebabkan karena gagal, lemah dan buruknya sistem,” kata Firli, pada webinar dengan tema ‘Mewujudkan Dunia Usaha Tanpa Korupsi’, Rabu (28/3/2021).

“Karena itu, KPK melalui pendekatan pencegahan tindak korupsi sebagaimana tugas pokok KPK Pasal 6 huruf (a) Undang-Undang (UU) 19/2019 atas perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002,” sambungnya.

Sedangkan, untuk faktor internalnya, Firli menyebut korupsi terjadi karena seseorang itu memiliki sifat permisif atau terbuka. Selain itu, menurutnya, korupsi juga terjadi karena integritas pribadi seseorang yang dapat mempengaruhi ke lingkungan sekitar.

“Terwujud dalam tindakan dan sikap kita. Saya ingin garis bawahi faktor internal yang terjadi. Pertama adalah karena kita memiliki perasaan permisif terhadap korupsi. Masih ada yang menganggap bahwa pendapatan di luar gaji dan pendapatan sah, itu adalah rezeki. Di sana lah cikal bakal terjadinya korupsi,” ujar Filri.

“Yang kedua, korupsi itu terjadi karena integritas pribadi. Integritas pribadi akan berpengaruh kepada integritas kelompok, unit kerja, satuan kerja, bahkan lembaga. Karenanya saya mengajak rekan-rekan semua yang berperan aktif di bidang usaha, tidak melakukan korupsi,” tambahnya.

Webinar itu dihadiri juga oleh Wakil Menteri (Wamen) BUMN Kartika Wirjoatmodjo, yang menyebut korupsi sebagai kejahatan manusia yang luar biasa. Menurutnya, korupsi membuat para investor enggan menanamkan modal usahanya di Indonesia.

“Korupsi merupakan kejahatan kemanusiaan yang luar biasa, karena korupsi berakibat secara signifikan terhadap segala aspek kehidupan, khususnya aspek sosial dan ekonomi. Salah satu dampak yang memprihatinkan adalah tindakan korupsi membuat pengusaha enggan menanamkan modal di Indonesia, karena tingginya biaya transaksi yang berkaitan dengan proses di berbagai aspek birokrasi,” kata Kartika Wirjoatmodjo.

Wamen yang sering disapa Tiko itu juga sempat menyinggung soal penurunan CPI (corruption perception index) Indonesia yang berdampak pada sektor ekonomi maupun investasi. Hal itu menyebabkan perkembangan ekonomi di Indonesia sedikit melambat dan juga mengurangi lapangan pekerjaan.

“CPI atau corruption perception index yang dirilis transparansi internasional beberapa waktu lalu, menunjukkan penurunan skor dan peringkat Indonesia. Kontribusi terbesar menyebabkan turunnya CPI terkait dengan sektor ekonomi, investasi dan kemudahan berusaha,” ujar Tiko.

“Rilis CPI 2020 memperlihatkan skor Indonesia dari 40 pada tahun 2019 turun menjadi 37 atau turun 3 poin pada urutan ke 102 dari 180 negara. Tentunya hal ini merupakan kesulitan membawa investasi masuk ke Indonesia dan akan berdampak pada laju perkembangan ekonomi Indonesia yang berjalan lebih lambat serta berkurangnya lapangan pekerjaan, menyebabkan tingginya angka pengangguran di masa depan,” sambungnya.

Lebih lanjut, Tiko mewakili Kementerian BUMN harus terus senantiasa menjaga nilai moral dan etika. Hal itu penting dalam melawan tindakan korupsi yang terjadi di lingkungan BUMN.

“Sesuai dengan nilai budaya akhlak yang dicoreng oleh BUMN, kami harus senantiasa menjaga nilai moral dan etika dalam melaksanakan tugas kami diseluruh BUMN. Itu penting sekali agar kami selalu berupaya dalam memerangi tindak pidana korupsi di seluruh lini BUMN dan pengurus maupun komisaris,” ujarnya.

(*/lk)

Komentar