JurnalPatroliNews – Jakarta – Peningkatan pendanaan partai politik melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) belum tentu mampu menekan perilaku koruptif di ranah politik.
Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai usulan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar partai diberi anggaran lebih besar masih pantas untuk diperdebatkan secara serius.
Menurut Adi, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pelaku korupsi dari kalangan politisi justru seringkali berasal dari latar belakang ekonomi yang kuat.
“Kalau kita telisik, mereka yang terjerat kasus korupsi rata-rata bukan orang yang kekurangan dana. Secara logistik, mereka tergolong cukup bahkan berlebih,” ujarnya pada Minggu, 18 Mei 2025.
Ia menegaskan bahwa korupsi bukan semata-mata akibat kebutuhan finansial, melainkan karena lemahnya komitmen moral dan integritas.
Adi juga menyinggung bahwa kasus-kasus besar korupsi sering menyeret nama tokoh-tokoh dari partai besar yang memiliki sumber daya memadai.
“Artinya, meskipun partai atau individu punya sumber daya finansial yang kuat, tanpa etika politik yang kokoh, mereka tetap bisa tergelincir dalam praktik korupsi,” tandasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, mengemukakan bahwa lembaganya telah beberapa kali mengajukan rekomendasi kepada pemerintah agar mendanai partai politik dengan alokasi yang lebih besar dari APBN. Tujuannya, untuk mengurangi ketergantungan pada sumber-sumber dana ilegal dan meminimalisir peluang korupsi.
“Langkah ini diharapkan bisa mendorong sistem politik yang lebih bersih,” kata Fitroh pada Kamis, 15 Mei 2025.
Namun, sebagaimana disoroti Adi, besarnya dukungan dana negara belum tentu menjamin terwujudnya perilaku politik yang antikorupsi, jika tidak diiringi dengan penguatan etika dan pengawasan internal.
Komentar