Jika Terbukti Yosua Punya Kepribadian Ganda, Pakar: Ferdy Sambo Dan Putri Bisa Dipidana Lagi

JurnalPatroliNews – Jakarta – Pakar psikologi forensik Reza Indragiri mengatakan, terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi bisa dikenakan pidana tambahan jika Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir Yosua terbukti memiliki kepribadian ganda.

Reza mengatakan apabila pihak Ferdy Sambo dan Putri bisa membuktikan Brigadir Yosua memiliki kepribadian ganda, maka Yosua bisa disebut penyandang disabilitas. Hal ini akan membuat sanksi hukuman Ferdy Sambo Cs semakin berat karena mantan Kepala Divisi Profesi dan Penagamanan Polri itu bersama terdakwa lain bisa dipidana Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. Ferdy Sambo Cs terancam sanksi pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 200 juta.

“Karena apabila benar Yosua memiliki kepribadian ganda, maka Ferdy Sambo dan Putri tidak memenuhi ‘hak keadilan dan perlindungan hukum dalam memberikan jaminan dan perlindungan kepada Yosua sebagai subjek hukum untuk melakukan tindakan hukum,” kata Reza Indragiri dalam pernyataan tertulis, Ahad, 13 November 2022.

Namun Reza menyayangkan Undang-undang Penyandang Disabilitas negeri ini belum sempurna. Sebab, di negara lain ada ketentuan tambahan yang menyebut penyandang disabilitas mental akibat perlakuan tempat kerja juga bisa memperoleh kompensasi atau ganti rugi.

Psikolog forensik alumnus Universitas Gajah Mada dan University of Melbourne ini juga menyoroti tuduhan Yosua pemarah, temperamental, sering ke tempat hiburan malam hingga kerap dicarikan perempuan.

“Dari sifat yang terakhir itu bisa dibayangkan Yosua seolah pecandu seks,” ujarnya.

Ia mengatakan hal ini justru menguatkan indikasi Yosua adalah korban kekerasan seksual. Menurutnya, jika narasi tentang kekerasan seksual itu harus dianggap ada, maka dengan mengacu Teori Relasi Kuasa justru Yosua tidak memenuhi syarat sebagai pelaku.

Reza menjelaskan secara umum korban kekerasan seksual, terlebih berjenis kelamin laki-laki, mengalami kesulitan untuk mencari pertolongan. Sebab siapa yang percaya lelaki bisa menjadi korban kekerasan seksual, kata dia, apalagi pelakunya perempuan. Terlebih ketika korban dalam penguasaan pihak yang menjahatinya sehingga terpaksa diam. Pada akhirnya penderitaannya semakin lama semakin nyata akibat berulang kali mengalami kekerasan yang sama.

Komentar