Terkait Kasus Lahan Cengkareng Era Ahok, PN Jaksel Tolak Praperadilan MAKI

JurnalPatroliNews – Jakarta,– Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak permohonan praperadilan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait kasus dugaan korupsi lahan Cengkareng, Jakarta Barat. Hal ini disebut karena penghentian penyidikan bukan masuk dalam ranah praperadilan.

“Mengadili dalam eksepsi mengabulkan permohonan termohon 1 (Kapolda Metro Jaya) praperadilan mengenai penghentian penyidikan secara diam-diam tidak termasuk kewenangan praperadilan,” ujar hakim tunggal Fauziah Hanum, dalam persidangan di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Selasa (9/3/2021).

Fauziah mengatakan, berdasarkan bukti dalam persidangan, tidak ditemukan adanya pemberitahuan penghentian penyidikan. Jadi, menurutnya, tidak ada objek hukum dalam permohonan praperadilan.

“Menimbang bahwa dari bukti-bukti yang diajukan di persidangan oleh para pemohon maupun termohon, tidak ada satu bukti yang menunjukkan adanya pemberitahuan penetapan/penghentian penyidikan,” kata Fauziah.

“Menimbang bahwa sepanjang surat penghentian penyidikan belum terbit maka secara hukum permohonan praperadilan belum ada objek hukumnya. Dengan kata lain praperadilan tidak mengenal adanya penghentian penyidikan secara materiil atau diam-diam,” sambungnya.

Fauziah menuturkan, dengan tidak adanya pemberitahuan penghentian penyidikan, pihaknya mengabulkan eksepsi yang diajukan oleh termohon I, dalam hal ini Kapolda Metro Jaya. Eksepsi itu menyebut bahwa permohonan yang diajukan MAKI bukan objek praperadilan.

“Menimbang sebagaimana dari pertimbangan di atas maka eksepsi yang diajukan termohon satu, yang menyatakan bahwa objek permohonan praperadilan yang diajukan pemohon bukanlah objek materi praperadilan sebagaimana diatur KUHP maupun UU tindak pidana korupsi. Sehingga dengan demikian eksepsi termohon 1 tersebut harus dikabulkan,” kata Fauziah.

Fauziah mengatakan, dengan diterimanya eksepsi termohon, dalil gugatan yang diajukan oleh MAKI tidak dapat diterima atau dipertimbangkan.

“Menimbang bahwa eksepsi termohon 1 telah dikabulkan maka dalil-dalil pemohon tidak dapat dipertimbangkan lagi,” tuturnya.

Sebelumnya, MAKI kembali mengajukan gugatan praperadilan terkait kasus korupsi lahan Cengkareng, Jakarta Barat. Praperadilan itu diajukan terhadap Kapolda Metro Jaya terkait tidak sahnya penghentian penyidikan (SP3).

“Melalui surat ini, hendak mengajukan permohonan pemeriksaan praperadilan tidak sahnya penghentian penyidikan secara materiil pada tindak pidana korupsi pembelian tanah di Cengkareng oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,” ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya, Jumat (19/2).

Dia mengajukan praperadilan atas Kapolda Metro Jaya sebagai termohon I, Kajati DKI Jakarta termohon II, Ketua Komisi Kepolisian Nasional termohon III, Ketua KPK termohon IV. Gugatan praperadilan serupa sebenarnya pernah dilayangkan, tetapi hakim menolak gugatan tersebut. Namun, MAKI kembali mengajukan gugatan praperadilan karena dianggap kasus tersebut tidak berlanjut.

Alasan mereka mengajukan gugatan itu salah satunya karena MAKI menilai pada sekitar 2015, Dinas Perumahan dan Gedung Perkantoran Provinsi DKI Jakarta melakukan pembelian lahan seluas 46 hektare untuk pembangunan rumah susun, dengan harga Rp 668 miliar. Dana tersebut bersumber dari dana APBD DKI.

Kemudian berdasarkan audit BPK dalam LHP keuangan Pemprov DKI tahun 2015, lahan yang dibeli Pemprov DKI Jakarta ternyata tercatat sebagai aset milik Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta. Pemprov DKI Jakarta diduga telah mengeluarkan dana yang bersumber dari dana APBD untuk membeli tanahnya sendiri, tapi uang dari dana APBD tersebut diduga diberikan kepada pihak lain.

Pembelian lahan itu kemudian mendapat sorotan dari Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok selaku Gubernur DKI saat itu. Ahok menuding ada mafia dalam pembelian tanah itu. Dia meminta BPK melakukan audit.

BPK kemudian melakukan klarifikasi terkait pembelian lahan oleh Pemprov DKI untuk Rusun di Cengkareng Jakarta Barat. BPK menilai ada dugaan pembelian yang menyimpang dan berpotensi merugikan negara.

Kasus tersebut selanjutnya ditangani Bareskrim Polri dengan mengirimkan SPDP kepada Kejaksaan Agung pada 29 Juni 2016, tetapi tak disertai nama tersangkanya. Kemudian kasus tersebut dilimpahkan ke Polda Metro Jaya. Namun, MAKI menyebut hingga permohonan diajukan ke PN Jaksel, tidak terdapat tersangka yang ditetapkan oleh polisi.

(*/lk)

Komentar