Kementerian ATR/BPN Menaruh Perhatian Khusus Kepada Kasus Tanah Batu Ampar Buleleng

Kakanwil ATR/BPN Bali sudah Lakukan Gelar Awal, Segera Cek Lapangan

JurnalPatroliNews – Denpasar, – Posisi para petani pemilik lahan sengketa seluar 55 hektar di Banjar Dinas Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali, sedang di atas angin.

Ini lantaran Kementerain ATR/BPN menaruh perhatian khusus terhadap kasus tanah Batu Ampar yang berliku itu.

Kabarnya kanwil ATR/BPN Provinisi Bali awal pekan ini sudah melakukan gelar awal tentang kasus tanah tersebut.

Bahkan minggu depan tim Kanwil ATR/BPN Bali berencana akan segera melakukan pengecekan ke lapangan guna mendapatkan data validasi.

Dimana tanah itu telah diberikan negara melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) di tahun 1982 kepada 55 warga dan diduga hak ini dirampas oknum pejabat yang dicatatkan dalam biro aset dengan nilai Rp 0 (nol rupiah) sebagai milik pemerintah Kabupaten Buleleng, lalu dikerjasamakan dengan pihak ketiga.

“Benar kemarin sudah dilakukan gelar mengumpulkan data dan ada berapa data harus diminta ke pusat dalam hasil gelar awal,” terang sumber pegawai ATR/BPN yang tidak ingin namanya disebut kepada wartawan di Denpasar seperti dikutip dari Deliknews, Jumat (09/09/2022).

Sementara dihubungi terpisah, Nyoman Tirtawan yang selama ini getol mengawal dan mendampingi warga Batu Ampar dalam memperjuangkan haknya menyebut hal yang sama.

Tirtawan menyatakan, saat sekarang ini Kanwil ATR/BPN telah memberi atensi khusus menangani persoalan hak tanah warga Batu Ampar yang disinyalir dirampas oknum pejabat tidak bertanggungjawab yang memperkaya diri sendiri.

“Ya, betul BPN telah melakukan gelar, kami juga dikabari dan persoalan ini sudah menjadi atensi khusus. BPN belakangan ini selalu berkoordinasi dengan kami dalam menindaklanjuti pengaduan. Dan tidak patut juga BPN mengabaikan SK Mendagri 1982. Yang mana 4 hak warga sudah keluar sertifikat dari 55 warga yang tercatat dalam SK itu diberikan hak kepemilikan. Sementara 51 hak warga lain jika tidak diproses, kan jadi tebang pilih,” tegasnya.

Lanjut Tirtawan menyinggung, bagaimana ada oknum pejabat terhormat dengan dalil palsu atau fiktif mencatatkan tanah hak milik warga tanpa bukti pada dokumen sebagai aset dengan pembelian nol rupiah adalah perampasan atau perampokan hak rakyat kecil.

Dalam pencatatan asset, kata Tirtawan, harus berdasarkan SIMAK BMN (sistem informasi manajemen dan akuntansi barang milik negara) untuk menghasilkan data transaksi yang mendukung penyusunan program percepatan akuntabilitas keuangan pemerintah.

Jika mencatatkan aset tanpa dokumen (sertifikat autentik/sertifikat asli) adalah bentuk pencatatan ilegal atau melawan sistem.

Apalagi sebutnya, mencatatkan barang dengan perolehan nilai nol rupiah seperti tercatat di Kartu Inventaris Barang Biro Aset adalah bentuk pemaksaan/perlawanan sistem atau aturan yang identik dengan penyalahgunaan kekuasaan absolut.

“Ini Bu Menteri Sri Mulyani jika tahu pastinya kaget-kaget, Pemkab Buleleng beli tanah dengan nol rupiah ketika dilaporkan di sistem menjadi aset milik Pemkab Buleleng. Dan heran melihat, pejabat pemerintah Buleleng bermain sulap ‘Sim Salabim’,” tandas Tirtawan.

Ia berharap, persoalan hak tanah milik warga Batu Ampar yang diberikan negara melalui SK Mendagri tahun 1982 jangan sampai menjadi catatan hitam yang panjang dalam pertanahan Indonesia.

“Persoalan ini kami harap cepat diselesaikan. Jika itu hak warga jangan lagi dipolitisasi. 55 keluarga bersama anak dan cucunya dari warga Batu Ampar Buleleng sudah banyak menderita dalam memperjuangkan haknya. Jangan sampai ini jadi catatan hitam yang kelam dalam pertanahan di Bali secara khusus dan Indonesia secara umum lantaran ulah oknum pejabat tidak bertanggungjawab,” harapnya.

Komentar