JurnalPatroliNews – Jakarta – Kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang melibatkan seorang oknum wartawan di Bangka baru-baru ini memicu keprihatinan di kalangan jurnalis lokal.
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Bangka, Zuesty Novianti, menegaskan bahwa kasus tersebut tidak mencerminkan etika jurnalistik yang benar.
Dalam pernyataannya pada Rabu (18/9/2024), Zuesty menyatakan bahwa wartawan seharusnya menjadi pengontrol sosial yang mengawasi jalannya pembangunan, bukan menjadi pemeras atau pengancam.
“Kami, sebagai wartawan, harus menjalankan tugas pengawasan terhadap program-program pemerintah dan proyek-proyek pembangunan.
Namun, tidak seharusnya kami menakut-nakuti atau meminta imbalan untuk tidak menerbitkan berita tertentu. Itu jelas melanggar kode etik jurnalistik,” tegas Zuesty yang akrab disapa Estie.
Kasus OTT ini melibatkan seorang wartawan yang diduga melakukan pemerasan terhadap kontraktor proyek di Pasir Padi. Oknum tersebut, yang ternyata mantan polisi terlibat kasus narkoba, ditangkap setelah meminta uang dari kontraktor sebagai imbalan agar tidak memberitakan informasi yang merugikan proyek tersebut.
Estie mengungkapkan kekhawatirannya bahwa kasus ini dapat semakin merusak citra wartawan di mata publik. Ia juga mengecam beberapa pihak yang berniat menggelar aksi damai sebagai dukungan terhadap oknum tersebut.
Menurutnya, mendukung oknum yang melanggar kode etik hanya akan memberikan pesan yang salah kepada masyarakat.
“Ini sangat aneh. Bukankah lebih baik kita mendukung upaya penegakan hukum yang adil dan transparan? Wartawan yang melanggar kode etik harus diproses sesuai hukum, bukan dibela secara buta,” sindirnya.
Lebih lanjut, Estie menyoroti bahwa banyak oknum yang menyalahgunakan profesi wartawan untuk kepentingan pribadi. Mereka sering memanfaatkan status wartawan untuk menekan pengusaha, kontraktor, dan politikus demi keuntungan pribadi.
Ia menegaskan bahwa profesi wartawan tidak seharusnya digunakan sebagai alat untuk memeras atau menekan orang lain.
Investigasi jurnalistik, kata Estie, seharusnya dilakukan dengan tujuan memberikan informasi yang objektif dan mendalam kepada publik. Namun, ketika oknum wartawan terlibat dalam praktik pemerasan, kepercayaan masyarakat terhadap profesi ini akan semakin tergerus.
“Kita harus melaporkan tindakan kotor seperti ini kepada Aparat Penegak Hukum (APH) dan membersihkan profesi jurnalistik dari oknum yang merusak nama baiknya,” ujar Estie.
Sebagai penutup, Estie mengajak masyarakat untuk berani melaporkan setiap pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh oknum wartawan.
Menurutnya, wartawan dan masyarakat harus bekerja sama untuk menegakkan kembali integritas profesi jurnalistik.
Dengan adanya kasus ini, PWI Bangka berharap dapat menjadi momentum untuk memperkuat kembali komitmen para wartawan dalam menegakkan kode etik dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap profesi wartawan.
Komentar