Surat Terbuka Buat Tuan I Wayan Koster Oleh Wina Armada Sukardi

Demikian pula mungkin Tuan Wayan Koster  sudah mengetahui ada beberapa pemain Israel berlaga dalam kompetesi liga Palestina?  Lantas kenapa Tuan Wayan Koster lantang menolak kesebelasan Israel?

Jangan dilupakan pula, ada segelintir pemain sepak bolak  Israel  yang muslim

atau beragama Islam, sehingga kurang relevan menempatkan isu agama untuk menolak kesebelasan Israel.

Namun kenapa Tuan Wayan Koster dengan gagah perkasa menyatakan. dan memberikan surat penolakan kesebelasan  Israel bermain di Bali? Kenapa, Tuan? Kenapa?

Tuan Wayan Koster, kesediaan kita menerima kesebelasan Israel tidak sedikitpun mengurangi perjuangan kita membela Palestina. Juga tidak merugikan Palestina secuil pun. Makanya rakyat dan Pemerintah Palestina sama sekali tidak keberatan. Tapi mengapa Tuan Wayan Koster sampai bertindak “lebih Palestina dari Palestina sendiri?”

Begitu pula mengapa Tuan Wayan Koster sampai mengambil

Keputusan yang berbeda dengan PSSI dan pemerintah pusat Indonesia? Apa sebenarnya yang ada dalam alur pikiran Tuan Wayan Koster?

Oh ya jangan lupa, para pemain kesebelasan Israel juga masih muda. Jika mereka mendapat sambutan dan sikap yang baik dari Indonesia yang nota bene “musuh politik” Israel, bukan tidak mungkin beberapa dari pemain itu justeru  terkesan dengan Indonesia dan dapat menjadi semacam “juru siar” mengenai  kebaikan Indonesia kepada para warga negara Israel.

Tuan Wayan Koster, lihat apa yang sekarang terjadi akibat  pilihan dan sikap Tuan ?  Begitu banyak dampak buruk yang dialami Indonesia, dan juga Bali sendiri. Begitu juga dampak negatif baik yang dirasakan langsung oleh kesebelasan  Indonesia maupun bangsa dan masyarakat Indonesia.

Dari aspek kesebelasan Indonesia , sudah jelas para “bintang Indonesia” yang sudah digodok sekitar tiga tahun kehilangan kesempatan. Mereka tidak dapat merasakan  tanding di kejuaraan dunia.

Sesuatu yang sangat penting baik untuk pemainnya sendiri maupun jutaan generasi muda

pemain bola lainnya. Asa pemain kesebelasan U-20 pastilah hancur berantakan. 

Hati mereka yang sudah melambung harus terhempas secara keras. Pemain dan anak-anak muda yang mau belajar dari tampilan kesebelasan kita  ketika menghadapi kesebelasan lain pada level dunia, juga menjadi tertutup.

Belum lagi kita bicara dari segi finansial. Persiapan di semua aspek membutuhkan biaya tidak sedikit. Semua itu menjadi tidak mencapai sasaran.

Tuan Wayan Koster, kerugian untuk bangsa dan masyarakat Indonesia lebih besar lagi. Ada kerugian nyata ada pula kerugian “opportunity loss” atawa “kerugian atas hilangnya kesempatan yang ada.”

Kerugian nyata pun banyak. Mulai dari labeling kepada bangsa Indonesia yang dinilai tidak dapat memegang janji dengan teguh.

Setelah memberikan jaminan pemerintah, Tuan Wayan Koster malah mengirim surat ke Menpora yang berisi penolakan kesebelasan Israel bertanding di wilayah Bali.

Penolakan yang cuma sekitar tiga bulan  dari perhelatan sepak bola internasional ini di mata asing langsung membuat  kita langsung dicap tidak dapat dipercaya. Janji bangsa Indonesia dianggap cuma manis di bibir sementara hatinya lain. Bangsa yang tidak sportif.

Selain itu kini tiba-tiba kita diklasifikasi sebagai bangsa yang rasis, tidak dapat membedakan dimana harus bersikap tegas secara politik, dan dimana harus mengedepankan toleransi keolahragaan.

Tuan  Wayan Koster, dengan dibatalkannya kejuaraan sepak bola U-20 disini, Indonesia juga kehilangan mempromosikan semua kebaikan Indonesia.

Dari alamnya, budayanya dan berbagai potensi perekonomian  Indonesia lainnya, termasuk ribuan UKM yang sebelumnya mendapat kesempatan mempromosikan dan menjual produknya.

Bagi Bali sendiri, sikap Tuan Wayan Koster dapat mengubah pendapat orang tentang Bali yang selama ini termasuk paling toleran, paling dapat

menerima perbedaan, dapat juga terkikis. Bali yang selama ini terkenal “sebagai tanah dan budaya surga dunia“ mungkin saja memperoleh persepsi lain.

Dan kalau ini terjadi wisata Bali yang sudah tumbuh sehat lagi, dapat terganggu oleh perkara ini.

Ke depan kesempatan Indonesia untuk menyelenggarakan event-event internasional menjadi lebih terbatas, apalagi di bidang olah raga. Organisasi olah raga internasional bakal berpikir ulang lagi untuk mengadakan acara di Indonesia.

Dalam sport mereka tidak mau ada rasis. Sedangkan Indonesia justeru kali ini dipersoalkan sikap toleransinya terhadap perbedaan.

Komentar