Benny mengutip Bung Hatta mengenai nilai ketuhanan dalam dasar negara yang merupakan nilai tauhid, mencerminkan nilai ketuhanan yang meliputi kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan, dan keadilan.
Menurutnya, Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim yang demokratis harus mampu merajut persaudaraan dan kemanusiaan serta membangun tatanan dunia baru di mana negara-negara berkembang dan negara-negara Islam dapat bersaing secara sehat dengan negara-negara Barat.
Benny mengidentifikasi akar dari Islamophobia sebagai penggunaan agama sebagai komoditas politik dan framing media yang negatif, yang menempatkan Islam sebagai antagonis. Menurutnya, yang diperlukan adalah pengetahuan dan pengertian mengenai Islam yang sebenarnya sebagai penjaga kemanusiaan dan kedamaian.
“Islam turun untuk membawa kedamaian. Sebagai warga dunia, tidak boleh ada penistaan terhadap agama yang diturunkan sebagai sumber kedamaian,” tegasnya.
Dalam menghadapi tantangan global dan isu-isu domestik, Indonesia dapat mengambil peran penting sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim yang demokratis, yang mampu menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan kedamaian.
“Dengan menjadikan Pancasila sebagai pondasi dasar yang mengaktualisasikan nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan, Indonesia dapat terus mempromosikan persaudaraan dan harmoni di antara umat beragama, baik di dalam negeri maupun di panggung internasional,” tutup Benny.
Pembicara lainnya, Dr. Ferdinand, menekankan pentingnya hidup berdampingan dengan saling menghargai dan menghindari pendidikan khusus mengenai kebencian dan prasangka terhadap satu golongan.
“Islam diajarkan dan disiapkan untuk berdampingan dengan mereka yang berbeda identitas dengan saling menghormati. Kita tidak perlu pendidikan khusus mengenai kebencian dan prasangka, tetapi bagaimana kita hidup dengan nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari,” ungkap Dr. Ferdinand. Ia menambahkan bahwa dengan hidup saling berdampingan dan menghormati, kebencian akan hilang dengan sendirinya. Yang diperlukan adalah gerakan dari hati nurani, bukan sekadar prasangka atau adu domba.
Acara ini dihadiri oleh 50 anggota LSM Aspirasi dan diharapkan dapat menciptakan dialog konstruktif tentang pentingnya mempromosikan persaudaraan sejati antar umat beragama di Indonesia dan dunia. Para narasumber sepakat bahwa penggunaan Islam sebagai komoditas politik dan framing media yang negatif harus dilawan dengan pengetahuan dan pengertian yang benar tentang Islam.
Podcast ini diharapkan menjadi langkah awal dalam upaya melawan segala bentuk diskriminasi berbasis agama. Diharapkan masyarakat dapat terus menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan persaudaraan, sehingga Indonesia dapat menjadi contoh bagi dunia tentang bagaimana agama dan keberagaman dapat hidup berdampingan dengan harmonis.
Acara podcast yang diselenggarakan oleh LSM Aspirasi ini menunjukkan komitmen yang kuat dari berbagai pihak untuk melawan segala bentuk diskriminasi berbasis agama dan mempromosikan persaudaraan sejati antar umat beragama.
Dengan mengundang narasumber yang kompeten dan berpengalaman, acara ini berhasil menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga nilai-nilai toleransi dan perdamaian dalam kehidupan sehari-hari.
Acara ini juga menegaskan pentingnya pendidikan dan pengetahuan yang benar tentang toleransi dan keberagaman, serta perlunya melawan framing media yang negatif dan penggunaan agama sebagai komoditas politik. Dengan meningkatkan rasa saling memahami dan mengerti, masyarakat dapat bersama-sama melawan segala bentuk diskriminasi, sehingga tercipta dunia yang lebih baik dan harmonis.
Komentar