Buku Serial Keempat: KemenKopUKM Ungkap Strategi Alternatif Pembiayaan bagi UMKM

JurnalPatroliNews – Jakarta – Buku seri keempat dari 7 Buku Seri Pengarusutamaan Strategi Pengembangan Koperasi dan UKM yang diterbitkan Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) pada 2024 mengungkap strategi alternatif pembiayaan bagi koperasi dan UMKM.

Buku seri keempat tersebut berjudul Transformasi Pembiayaan UMKM: Daya Ungkit Menuju Kemapanan secara global berisi tentang inovasi pembiayaan bagi UMKM.

Dalam buku ini diulas beberapa alternatif pembiayaan seperti Credit Scoring pada pembiayaan KUR, pembiayaan klaster berbasis Farmers Production Organisation/FPO, Securities Crowdfunding, Initial Public Offering/IPO Bursa Saham, Peer to Peer Lending, Purchase Order/PO Financing, IP Financing, skema penilaian kredit berbasis Intelligent Credit Decision Model, serta inisiasi ASEAN Micro and Small Enterprises Financing Institution (AMSEF).

Beragamnya model pembiayaan bagi KUMKM ini memiliki karakteristik yang berbeda sehingga KUMKM bisa memilih model pembiayaan yang sesuai dengan profil risiko masing-masing.

Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menjelaskan, salah satu kendala pengembangan UMKM saat ini adalah keterbatasan modal dan sulitnya mengakses pembiayaan. Bahkan rasio pembiayaan lembaga keuangan formal seperti perbankan untuk UMKM saat ini hanya 19 persen dari target di tahun 2024 sebesar 30 persen.

Rendahnya realisasi pembiayaan kepada UMKM ini salah satunya karena perbankan menerapkan kewajiban kolateral atau jaminan saat mengajukan pinjaman.

“Indonesia menjadi salah satu negara dengan rasio pembiayaan perbankan kepada UMKM paling rendah. Bandingkan dengan Korea Selatan yang rasio kreditnya (perbankan) lebih dari 80 persen, bahkan Malaysia dan Thailand sudah lebih dari 40 persen,” kata Teten Masduki dalam keterangan resminya, di Jakarta, Rabu (16/10).

Menteri Teten mendorong agar perbankan mulai melakukan perubahan dalam skema pembiayaan bagi UMKM khususnya dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Dia berharap perbankan dapat menggunakan data sekunder seperti data telekomunikasi atau PLN terhadap calon nasabahnya sehingga tidak diperlukan lagi kolateral. Hal ini dibutuhkan untuk mengakselerasi pembiayaan bagi UMKM sesuai dengan target yang ditetapkan.

“Bank juga selalu menggunakan data history kredit, data SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan), lalu bagaimana UMKM yang belum terhubung ke bank pasti tidak ada historynya. Maka kami usulkan skema pembiayaan dengan sistem credit scoring kalau yang usaha besar kita fasilitasi mencari pembiayaan di bursa efek melalui IPO,” kata Menteri Teten.

Di tempat yang sama dalam bedah buku tersebut Sekretaris Deputi Bidang Usaha Mikro KemenKopUKM Bagus Rahman menambahkan, salah satu tantangan dari UMKM khususnya sektor mikro adalah kompleksnya persyaratan yang harus dipenuhi ketika ingin mendapatkan dukungan pembiayaan. Oleh sebab itu perlu kesadaran secara kolektif dari pemangku kepentingan untuk memangkas birokrasi agar target rasio pembiayaan sebesar 30 persen bisa dicapai.

Komentar