JurnalPatroliNews -Jakarta – Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengungkapkan bahwa Indonesia sering menjadi sasaran kampanye hitam terkait pengelolaan nikel.
Tuduhan ini menyebut nikel Indonesia sebagai “dirty nickel,” merujuk pada proses pengelolaan yang dianggap tidak memenuhi standar lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan (ESG).
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto, menjelaskan bahwa kampanye negatif ini berkaitan dengan banyaknya perusahaan nikel di dunia yang saat ini tutup.
Ia menyebutkan, total kapasitas produksi nikel dari perusahaan-perusahaan yang gulung tikar mencapai 400 ribu ton. “Total kapasitas produksi yang sudah tutup itu setara dengan 400 ribu ton. Tentu mereka tidak senang dengan keadaan ini,” ujar Seto dalam program Mining Zone di Lansir CNBC Indonesia, Jumat (18/10/2024).
Untuk membela nama baik Indonesia dari tuduhan “dirty nickel,” pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) telah melakukan klarifikasi kepada sejumlah kedutaan besar di negara-negara strategis.
Pertemuan tersebut bertujuan menjelaskan kondisi sebenarnya mengenai hilirisasi nikel di Indonesia.
“Menlu juga mengumpulkan dubes-dubes kita di negara-negara seperti Uni Eropa, Jepang, Korea, Amerika, dan Australia untuk memberikan penjelasan mengenai landscape industri nikel di Indonesia,” tambah Seto.
Kampanye negatif ini dapat berdampak signifikan terhadap investasi dan citra Indonesia di mata dunia, terutama dalam industri nikel yang sedang berkembang pesat.
Komentar