AV New Act Ditegakkan, Industri Film Porno Jepang JAV Terancam Pailit

JurnalPatroliNews – Setelah lebih dari 40 tahun industri film porno Jepang terus menebar pesona, kini industri video syur tersebut terancam gulung tikar.

Produksi video dewasa atau AV awalnya bermula dari beredarnya format VHS lalu ke betamax.

Industri film porno Jepang pun terus berevolusi hingga menjadi DVD, Blu-ray, VR, dan saat ini streaming.

Industri ini pun telah melahirkan sejarah dan begitu banyak artis papan atas yang tak terhitung jumlahnya berada di belakang layar.

Konon dengan munculnya sebuah peraturan baru pemerintah, keresahan mulai melanda para penghibur yang hidup dan berkarya di industri film dewasa Jepang.

Semua karena adanya AV New Act yang merupakan sebutan bagi peraturan hukum yang sudah dirilis sejak Juni 2022.

Bagaimana tidak, undang-undang baru tersebut ternyata melarang pemotretan selama satu bulan sejak kontrak ditandatangani.

Demikian dengan peluncuran film juga turut diatur, di mana harus menunggu 4 bulan setelah syuting selesai baru bisa dirilis.

Menariknya, industri film porno jepang yang juga kerap mengangkat cerita anak muda turut berimbas usai adanya larangan mengangkat tema anak sekolah.

Alhasil, industri bokep pun mulai menjerit karena aturan yang super ketat tersebut.

Bahkan, salah satu pemerhati industri film porno Jepang yang juga seorang penulis Rio Yasuda mengatakan, aturan baru dikhawatirkan bakal sebabkan banyak industri bawah tanah yang tetap memproduksi film porno.

“Aturan baru melarang produk rilis enam bulan setelah pengambilan gambar dan penjualan akan memakan waktu cukup lama. Anehnya, industri ini mencoba bertahan tanpa bangkrut, tetapi banyak juga usaha yang akhirnya mengencangkan ikat pinggang. Misalnya produsen dalam skala kecil, mungkin akan sangat kesulitan dan bangkrut,” jelasnya.

Menurut Rio, jika ini terus terjadi maka bukan tidak mungkin industri film porno Jepang kembali ke masa-masa awal kemunculan saat semua belum menjadi industri.

“Di masa-masa awal AV, sulit untuk mendistribusikan dan hanya dijual ke asosiasi yang ditunjuk pemerintah yakni Asosiasi Etika Video Jepang. Baru pada 1990-an semakin banyak pabrikan yang merilis video. Dikhawatirkan hal ini akan kembali menjadi distribusi bawah tanah dan tidak terkontrol,” pungkasnya.

Komentar