Jaksa Agung Bongkar Kasus Korupsi Timah: Ada Nama Besar Terlibat! Apakah Saksi Akan Berani Bicara?

JurnalPatroliNews – Jakarta – Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan bahwa upaya penyelidikan atas dugaan korupsi dalam tata niaga timah, yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun, akan terus berlanjut. Pernyataan ini disampaikan saat rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Rabu (13/11).

“Kami tidak akan berhenti di sini,” ujar Burhanuddin dengan tegas. Ia mengungkapkan bahwa ada beberapa nama besar yang sering disebut dalam publik terkait kasus ini.

Namun, penyidik mengalami kendala karena para tersangka dan saksi yang diperiksa memilih untuk bungkam.

“Terdapat isu terkait keterlibatan si A dan si B. Dalam pemeriksaan terhadap para tersangka, saya sebelumnya berharap mereka mau mengungkap siapa di balik kasus ini, siapa pemilik modal, atau pelaku lainnya,” lanjut Burhanuddin. Sayangnya, harapannya belum terwujud.

“Mereka tutup mulut dan tidak menyebutkan nama-nama yang sering disebutkan di media. Saya berharap ada keterbukaan dari para tersangka dan saksi, tapi sampai saat ini belum ada.”

Burhanuddin mengungkapkan harapannya agar para tersangka dan saksi di perkara ini dapat segera ‘bernyanyi’ dan membongkar semua pihak yang terlibat.

“Mudah-mudahan berita ini dibaca media dan mereka tidak takut lagi untuk mengungkapkan kebenaran,” ujarnya.

Dalam kasus timah ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan total 22 tersangka, termasuk satu dugaan perintangan penyidikan.

Di antara yang dijerat sebagai tersangka terdapat pengusaha sekaligus suami Sandra Dewi, Harvey Moeis; bos Sriwijaya Air, Hendry Lie; serta beberapa mantan direksi PT Timah.

Megakorupsi ini diduga menimbulkan kerugian perekonomian dan keuangan negara hingga Rp 300 triliun.

Modus korupsi yang digunakan mencakup pengumpulan bijih timah secara ilegal oleh sejumlah perusahaan di wilayah IUP PT Timah Tbk. Tindakan tersebut melibatkan pejabat PT Timah dan berkontribusi pada kerugian finansial negara.

Kerugian negara dalam kasus ini datang dari mahalnya harga pembelian smelter, pembayaran untuk bijih timah ilegal yang dilakukan oleh PT Timah kepada perusahaan penambang, serta dampak keuangan akibat kerusakan lingkungan.

Komentar