JurnalPatroliNews – Jakarta – Pemerintah Jepang tengah menghadapi tantangan serius terkait menurunnya minat warga untuk berkarir di sektor publik. Merespons situasi tersebut, Otoritas Personalia Nasional (NPA) mengusulkan langkah drastis berupa kenaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS) ke level tertinggi dalam sejarah negara itu.
Langkah ini diambil guna menarik minat pelamar, terutama dari kalangan lulusan baru, yang jumlahnya terus menyusut.
Menurut laporan dari Bloomberg pada Sabtu (10/8), NPA mengajukan kenaikan gaji pokok bulanan PNS sebesar 2,76 persen untuk tahun ini. Kenaikan ini merupakan yang terbesar sejak 1992. Selain itu, total upah keseluruhan juga diusulkan naik sekitar 4,4 persen.
Kenaikan signifikan juga diusulkan bagi pekerja baru atau fresh graduate, dengan peningkatan gaji mencapai 14,6 persen, jauh lebih tinggi dari kenaikan 6 persen pada tahun 2023.
Usulan ini datang sebagai respons terhadap data yang menunjukkan penurunan jumlah pelamar fresh graduate untuk posisi tetap di sektor publik per Maret 2024, yang mencapai level terendah sejak 2012. Menurunnya minat ini menimbulkan kekhawatiran serius akan ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas di sektor publik Jepang.
Presiden Otoritas Personalia Nasional Jepang, Yuko Kawamoto, menekankan pentingnya langkah ini untuk menjamin keberlanjutan sumber daya manusia di pemerintahan. “Kompensasi yang memadai sangat krusial untuk menjamin kualitas sumber daya manusia.
Kami sedang memperbarui sistem gaji dan melakukan tinjauan komprehensif terhadap perlakuan terhadap karyawan,” ujar Kawamoto.
Selama ini, pertumbuhan upah PNS di Jepang memang tertinggal dibanding sektor swasta, yang didorong oleh stagnasi biaya layanan publik. Hal ini turut menjadi faktor yang mempengaruhi penurunan minat pelamar untuk menjadi PNS.
Meski rekomendasi kenaikan gaji ini berasal dari NPA, yang bukan bagian dari pemerintahan eksekutif, rekomendasi tersebut sering kali diikuti oleh pemerintah dalam kebijakan sumber daya manusia untuk pegawai negeri.
Namun, usulan ini juga menimbulkan kekhawatiran terkait dampak keuangan. Kementerian Keuangan Jepang memperkirakan bahwa penerapan rekomendasi tersebut akan meningkatkan beban keuangan layanan berkelanjutan sekitar 382 miliar Yen atau setara Rp41,3 triliun.
Dengan krisis pelamar yang semakin nyata, pemerintah Jepang dihadapkan pada pilihan sulit: menaikkan gaji untuk menarik minat atau menghadapi kekurangan tenaga kerja di sektor publik. Keputusan ini akan menjadi salah satu ujian besar bagi kebijakan sumber daya manusia Jepang di masa depan.
Komentar