Kronologi Peristiwa Trisakti, Mahalnya Sebuah Reformasi

JurnalPatroliNews – Jakarta, Indonesia menorehkan sejarah pada 1998. Ada empat hal utama yang menjadi sorotan kala itu, yakni krisis moneter, maraknya KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), lengsernya Soeharto, dan kasus penembakan di kampus Trisakti pada 12 Mei 1998.

Penembakan tersebut kemudian dikenal dengan tragedi atau peristiwa Trisakti.

Tragedi Trisakti ini bermula dari aksi demonstrasi di jalan raya. Sejak Maret 1998, mahasiswa dari berbagai kampus dan elemen masyarakat prodemokrasi turun ke jalan.

Mereka menuntut pemerintah melakukan tindakan atas merebaknya KKN yang menyeret negara ke jurang krisis moneter bertepatan krisis finansial Asia.

Sebelum terjadinya penembakan, para mahasiswa Universitas Trisakti memulai aksi damai dari kampus Trisakti di Grogol, Jakarta Barat menuju Gedung Nusantara.

Merujuk laman humas Trisakti, kronologi tragedi Trisakti bermula saat para mahasiswa bergerak menuju Gedung Nusantara pukul 12.30 dan mendapat pengadangan blokade dari Polri dan militer.

Setelah beberapa jam berdemo, para mahasiswa akhirnya bergerak mundur pukul 17.15 diikuti langkah aparat yang bergerak maju. Sempat terjadi cekcok antara petugas dan mahasiswa namun berhasil diredam oleh SMUT dan Dekan FE (Fakultas Ekonomi) Trisakti.

Aparat kemudian mengusulkan mahasiswa agar kembali ke dalam kampus. Usulan disetujui mahasiswa dengan syarat, pasukan yang berjajar harus mundur terlebih dahulu.

Syarat tersebut dipenuhi Kapolres dan Dandim Jakbar. Namun tiba-tiba seorang oknum yang mengaku sebagai alumnus (tidak tamat) bernama Mashud berteriak dan mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor ke arah massa.

Tindakan Mashud tersebut memancing mahasiswa untuk bergerak karena mengira Mashud adalah seorang aparat yang menyamar. Mashud yang dikejar para mahasiswa melarikan diri ke arah aparat.

Kejadian itu menimbulkan ketegangan antara aparat dan mahasiswa. Beruntungnya ketua SMUT dan Kepala Kamtibpus Trisakti dapat mengendalikan mahasiswa.

Ketegangan lain muncul setelah mahasiswa kembali ke dalam kampus. Dalam barisan aparat terdengar ledekan dan kata-kata kotor yang ditujukan kepada mahasiswa.

Hal tersebut membuat beberapa mahasiswa berbalik arah menuju barisan aparat, meski niat mereka lagi-lagi dapat direndam oleh satgas mahasiswa Trisakti.

Tanpa sebab yang jelas aparat keamanan justru menembak dan melemparkan gas air mata ke mahasiswa. Penyerangan itu membuat panik para mahasiswa dan berlarian menuju kampus.

Serangan yang dilakukan aparat semakin membabi buta dengan pelemparan gas air mata dilakukan di setiap sisi jalan. Penembakan bahkan melibatkan penembak jitu.

Mengenang Peristiwa Trisakti yang merenggut nyawa empat mahasiswa karena tertembak saat melakukan aksi memperjuangkan reformasi pada Mei 1998. (Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Aparat yang tidak memiliki senjata api pun melakukan kekerasan dengan memukuli mahasiswa menggunakan tangan kosong maupun pentungan. Para mahasiswa juga ditendang dan diinjak.

Laman humas Trisakti bahkan menyebut adanya tindakan pelecehan seksual terhadap para mahasiswi. Kekerasan juga menyasar ketua SMUT yang tertembak oleh dua peluru karet di bagian pinggang sebelah kanan.

Kemudian datang pasukan bermotor yang memakai perlengkapan rompi bertuliskan URC (Unit Reaksi Cepat) mengejar mahasiswa hingga ke pintu gerbang kampus. Sementara sisanya naik ke jembatan layang Grogol.

Para mahasiswa yang tertangkap dipukuli dan dianiaya lalu dibiarkan begitu saja tergeletak di tengah jalan. Sementara aparat yang berada di atas jembatan layang mengarahkan tembakannya ke arah mahasiswa yang berlarian ke dalam kampus.

Aksi penembakan berlanjut di depan gerbang. Aparat membuat formasi siap menembak dua baris (jongkok dan berdiri) lalu menembak ke arah mahasiswa yang ada di dalam kampus.

Tembakan tersebut mengakibatkan jatuhnya korban baik luka maupun meninggal dunia. Korban meninggal seketika oleh tembakan aparat di dalam kampus sebanyak tiga orang dan satu orang dilarikan ke rumah sakit dalam kondisi kritis.

Sementara korban luka-luka tercatat sebanyak lima belas orang. Tembakan baru mereda pukul 19.00, para mahasiswa mengevakuasi korban ke beberapa rumah sakit.

Ketakutan dan kepanikan kembali terjadi saat para mahasiswa melihat sejumlah aparat berpakaian gelap berada di sekitar parkiran utama dan kehadiran penembak jitu di atas gedung yang masih dibangun.

Para mahasiswa yang masih diliputi rasa takut berlarian mencari tempat sembunyi dengan masuk ke dalam ruang kuliah, ruang organisasi mahasiswa, dan musala dengan memadamkan lampu.

Dalam ketakutan dan traumatis melihat rekan menjadi korban para mahasiswa secara bertahap pulang meninggalkan kampus.

Kepulangan mahasiswa dilakukan sedikit demi sedikit yakni keluar kampus setiap lima orang sesuai arahan Kol. Pol. Arthur Damanik yang menjamin keamanan pulangnya mahasiswa.

Tragedi Trisakti menewaskan empat orang mahasiswa yang hingga kini namanya selalu dikenang, yakni Elang Mulia Lesmana (1978-1998), Heri Hartono (1977-1998), Hafidin Royan (1976-1998), dan Hendriawan Sie (1975-1998).

(cnn)

Komentar