JurnalPatroliNews -Jakarta – Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengungkapkan peran lima negara anggota tetap Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memiliki kekuatan veto dalam menentukan arah penyelesaian konflik dunia.
Dalam pernyataannya, Retno menyebut negara-negara tersebut sebagai “dewa” yang bisa menentukan “hitam atau putihnya” dunia.
Retno menyinggung konflik yang terus terjadi di berbagai wilayah dunia dan menekankan bahwa Dewan Keamanan PBB memiliki otoritas untuk mengeluarkan resolusi yang mengikat secara hukum.
Namun, ia mengakui ada kendala besar dalam sistem ini, terutama terkait penggunaan hak veto oleh lima anggota tetap DK PBB, yaitu Amerika Serikat, Rusia, China, Inggris, dan Prancis.
“Dewan Keamanan PBB terdiri dari 15 negara. Sepuluh negara dipilih secara bergilir, dan lima lainnya adalah anggota tetap dengan hak veto. Inilah lima dewa yang bisa menentukan hitam atau putihnya dunia,” ujar Retno saat menyampaikan pandangannya.
Hak veto, lanjut Retno, sering digunakan untuk memblokir resolusi keras yang bisa menghentikan konflik atau pelanggaran hukum internasional. “Setiap kali ada draft resolusi yang tegas, selalu ada yang memveto. Kalau sudah diveto, ya sudah selesai. Prosesnya berputar di situ saja,” keluh Retno.
Contoh nyata dari penggunaan hak veto ini terjadi dalam upaya menghentikan serangan Israel terhadap Palestina di Gaza. Salah satu negara pemegang veto di DK PBB kerap kali menggunakan hak veto untuk menggagalkan resolusi yang bertujuan mewujudkan gencatan senjata.
Retno menekankan bahwa meskipun Indonesia, sebagai anggota DK PBB non-permanen, selalu berusaha mempengaruhi keputusan internasional, keterbatasan tetap ada karena Indonesia bukan pemegang hak veto.
“Sering kali publik bertanya, ‘Bu, kenapa Indonesia tidak bisa berbuat banyak?’ Kita selalu berusaha maksimal, tapi ada batasan yang tidak bisa kita lewati, seperti hak veto,” jelas Retno.
Retno juga menekankan pentingnya tekanan global terhadap negara-negara pemegang hak veto agar lebih mengedepankan keadilan dan kemanusiaan dalam setiap keputusan yang mereka ambil.
“Kita harus terus bersuara dengan lantang. Saya paham soal politik, tetapi tolong pertimbangkan keadilan dan kemanusiaan dalam setiap keputusan,” tegasnya.
Sementara itu, Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, juga pernah mengkritik penggunaan hak veto oleh Amerika Serikat terkait pengakuan kemerdekaan Palestina.
Menurut Mansour, dukungan dari 149 negara yang mengakui kemerdekaan Palestina dapat memberikan tekanan signifikan kepada AS dan negara pemegang veto lainnya.
Menlu Retno menutup pernyataannya dengan seruan agar komunitas internasional terus mendorong perbaikan dalam sistem Dewan Keamanan PBB, demi terciptanya dunia yang lebih adil dan damai.
Komentar