JurnalPatroliNews – Jakarta – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyoroti tingginya risiko kriminalisasi yang dihadapi guru, mendorong usulan RUU Perlindungan Guru untuk memberikan perlindungan lebih lanjut.
Namun, Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudin, menyatakan bahwa perlindungan tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang tentang Guru dan Dosen, khususnya Pasal 39.
Hetifah menjelaskan bahwa dalam pasal tersebut, guru berhak mendapatkan perlindungan hukum dari diskriminasi dan kekerasan, baik yang dilakukan oleh orang tua murid maupun pihak lain. Ia menegaskan pentingnya dukungan pemerintah terhadap guru dan dosen.
“Saya belum menerima surat itu, tetapi saya yakin bahwa undang-undang yang ada sebenarnya sudah cukup kuat,” ungkapnya saat konferensi pers di Ruang Rapat Komisi X, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (30/10).
Lebih lanjut, Hetifah menyoroti bahwa Pasal 39 secara jelas mengatur perlindungan terhadap guru dari berbagai bentuk kekerasan. “Bisa termasuk salah satunya adalah orang tua dari peserta didik sebagai pihak yang melakukan kekerasan,” tambahnya.
Sebagai tindak lanjut dari undang-undang tersebut, Komisi X DPR RI berencana mengunjungi Guru Honorer Supriyani yang tengah menghadapi proses hukum atas tuduhan penganiayaan terhadap muridnya.
“Kita akan menemui Ibu Supriyani dan pendamping hukumnya,” kata Hetifah. Ia berharap ada penguatan hukum di daerah untuk melindungi guru dari kasus-kasus serupa.
Sebelumnya, PGRI menyatakan akan mengirim surat kepada pemerintah terkait kekhawatiran meningkatnya kasus kriminalisasi terhadap guru. Kasus Supriyani di Konawe Selatan menjadi salah satu contoh yang diangkat.
“Kriminalisasi terhadap guru makin hari makin meningkat. Kita memiliki Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) dan MoU dengan Ombudsman RI, tetapi implementasinya tidak sejalan,” kata Ketua PGRI, Unifah Rosyidi.
Unifah juga menambahkan bahwa PGRI telah menyiapkan naskah akademik untuk mendorong RUU Perlindungan Guru dan berencana bersurat ke DPR dan Kemendikdasmen.
Komentar