PPN 12% Bisa Ditunda Tanpa Ubah UU, Keputusan Ada di Tangan Prabowo

JurnalPatroliNews – Jakarta – Keputusan untuk menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% kini sepenuhnya berada di tangan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menegaskan bahwa penerapan tarif PPN baru tidak memerlukan perubahan Undang-undang.

“Undang-undang pajaknya tidak perlu diubah karena undang-undang tersebut sudah memberikan amanat kepada pemerintah,” ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR, Jumat (22/12/2024).

Kebijakan kenaikan PPN tercantum dalam Pasal 7 Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Dalam pembahasan RAPBN 2025 sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan bahwa pelaksanaan kenaikan tarif PPN menunggu pelantikan Presiden Prabowo Subianto.

Proyeksi Penerapan PPN 12%

Wakil Ketua Komisi XI, Dolfie, menjelaskan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% sudah diperhitungkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

Jika tarif PPN tetap di 11%, potensi pendapatan negara diperkirakan turun hingga Rp50 triliun.

Namun, Fauzi Amro, Wakil Ketua Komisi XI, menekankan pentingnya mempertimbangkan dampak sosial dari kebijakan ini.

“Kenaikan PPN tidak boleh diberlakukan pada sektor-sektor yang berhubungan langsung dengan masyarakat, seperti kesehatan, pendidikan, sembako, dan transportasi,” ujarnya.

Kajian Risiko Ekonomi

Menurut kajian LPEM FEB UI dalam Seri Analisis Makro Ekonomi Indonesia Economic Outlook 2025, kenaikan PPN berisiko memperburuk tekanan inflasi.

Tarif yang lebih tinggi akan meningkatkan harga barang dan jasa, memengaruhi daya beli masyarakat, terutama rumah tangga berpenghasilan rendah.

Ekonom LPEM FEB UI, Teuku Riefky, menyebutkan bahwa kenaikan tarif PPN dari 10% ke 11% pada 2022-2023 telah menambah beban pengeluaran rumah tangga.

Pada rumah tangga terkaya, beban naik dari 5,10% menjadi 5,64% dari total pengeluaran. Sementara itu, rumah tangga termiskin mengalami kenaikan dari 4,15% menjadi 4,79%.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Kenaikan tarif PPN diperkirakan tidak hanya menekan daya beli, tetapi juga berpotensi menurunkan konsumsi masyarakat.

Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara pendapatan negara dan stabilitas ekonomi masyarakat.

Dengan bola keputusan kini berada di tangan Presiden Prabowo, publik menantikan langkah strategis pemerintah terkait kebijakan ini.

Komentar