Samuel mengungkap satu kasus, sebelum ada HGU sekitar 25 atau 30 tahun lalu, masyarakat sudah turun temurun tinggal di tanah tersebut dan bercocok tanam. Masyarakat dengan perusahaan pemegang HGU melakukan kesepakatan bahwa perusahaan akan membangun desa dan mengikutkan atau masyarakat diajak berpartisipasi dalam perusahaan tersebut. Juga di klausul terakhir disampaikan kalau berakhir masa HGU-nya maka harus dikembalikan ke masyarakat.
“30 tahun kemudian HGU habis masyarakat datang (ke BPN) dengan membawa semua perjanjian yang lama yang sudah dimiliki. BPN ngomong begini, ‘Oh maaf habis HGU-nya, sudah bukan menjadi kewenangan kami, sudah di Bank Tanah. Harusnya diklarifikasi dulu asal muasalnya, ada perjanjian terhadap masyarakat, lalu kemudian tidak serta merta habis diberikan ke Bank Tanah lalu cuci tangan, tidak bisa seperti itu,” ujarnya.
Ketua Komisi II DPR RI sekaligus pimpinan rapat, M. Rifqinizamy Karsayuda, bahwa RDPU ini merupakan sarana untuk mencari solusi atas persoalan pertanahan dan tata ruang yang semakin sering diperbincangkan oleh publik. “Jika sering diperbincangkan oleh publik, itu bisa berarti dua hal, semakin banyak persoalan yang kita selesaikan atau semakin peduli publik terhadap persoalan ini,” ucapnya mengakhiri rapat.
Untuk itu, M. Rifqinizamy Karsayuda dan seluruh Anggota Komisi II DPR RI hadir berharap bahwa melalui RDP dan RDPU ini, pengaduan masyarakat terkait persoalan pertanahan bisa segera mendapatkan jalan tengah untuk diselesaikan.
Hadir dalam rapat, Staf Khusus Bidang Reforma Agraria, Reska Oktoberia dan Sesditjen PHPT, Shamy Ardian beserta jajaran. Turut hadir secara langsung dan daring, sejumlah Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota di Indonesia. (Buyil)
Komentar