Selanjutnya, Resolusi Jihad memicu perang rakyat selama 4 hari di Surabaya. Yakni 26-29 Oktober 1945. Perang tersebut antara arek-arek Suroboyo dengan Brigade ke-49 Mahratta yang dipimpin Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern (AWS) Mallaby. Jenderal Mallaby terbunuh pada 30 Oktober 1945.
“Perang rakyat empat hari itu terjadi akibat adanya seruan Resolusi Jihad PBNU yang dikumandangkan pada 22 Oktober 1945,” ungkap Fathurrochman.
Resolusi Jihad, kata Fathurrochman, mempunyai dampak besar di Jatim. Seruan perang suci tersebut mendorong banyak pengikut NU ikut serta dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
Di lain sisi, terbunuhnya Jenderal AWS Mallaby memicu kemarahan tentara sekutu. Pada 9 November 1945, mereka mengeluarkan ultimatum agar rakyat Surabaya menyerahkan senjatanya sebelum pukul 06.00 WIB. Namun, rakyat menolak sehingga pertempuran kembali meletus.
“Pemuda Sutomo alias Bung Tomo meminta nasihat kepada Kiai Hasyim. Ia dikenal sebagai orator dalam Pertempuran 10 November 1945 yang membakar semangat arek-arek Surabaya, salah satunya dengan pekikan Allahu Akbar,” terangnya.
Pertempuran besar 10 November 1945 di Surabaya, tambah Fathurrochman, benar-benar di luar perkiraan sekutu. Mayor Jenderal EC Mansergh mengira Surabaya bakal takluk dalam tiga hari. Namun, pertempuran sengit itu berlangsung hingga 100 hari.
“Arek-arek Surabaya dan kaum santri baru mundur ke luar kota setelah bertempur 100 hari,” tambahnya.
Oleh sebab itu, pemerintah menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan. Sedangkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional untuk mengenang jasa kaum santri yang terlibat dalam melawan kolonialisme di Tanah Air.
Komentar