Sema Ma Larang Hakim Mengabulkan Permohonan Pencatatan Nikah Antar Umat Berbeda Agama, Inkonstitusional

JurnalPatroliNews – Jakarta – Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim Dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar Umat Berbeda Agama dan Kepercayaan, yang pada intinya “melarang” Hakim mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar umat beda agama dan kepercayaan, jelas sebagai bertentangan dengan konstitusi, terutama prinsip Bhineka Tunggal Ika dan kebebasan memeluk agama.

Apapun dasar pertimbangan MA menerbitkan SEMA No.2 Tahun 2023, namun karena dalam UU Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, SEMA tidak berstatus sebagai Peraturan Perundang-Undangan, maka SEMA itu tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum. 

Padahal semua persoalan yang bersifat mengatur Pengadilan atau Hakim dalam proses peradilan, baik mengenai tata cara beracara maupun ketentuan yang bersifat materiil dalam pelaksanaan kekuasaan Kehakiman termasuk Hakim diatur untuk menolak permohonan pencatatan perkawinan antar umat berbeda agama dan kepercayaan, ini harus dengan UU atau PERMA dan tidak boleh bertentangan dengan UU atau UUD 1945.

Oleh karena itu SEMA No.2 tahun 2023, “inkostitusional”, karena bertentangan dengan konstitusionalitas jaminan  pasal 29 UUD 1945, yaitu negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.

SEMA KONTRA UUD ’45

SEMA No.: 2 Tahun 2023 itu jelas menegasikan ketentuan pasal 24, kekuasaan kehakiman yang merdeka, pasal 28A dan 28B tentang hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya; dan berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan; dan pasal 29 ayat (2) UUD 1945 tentang jaminan kemerdekaan memeluk agama dan menjalankan ibadah menurut agama dan keoercayaannya.

Jaminan di dalam konstitusi itu diatur lebih lanjut di dalam pasal 34 dan 35 huruf a Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk), bahwa pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 34 berlaku pula bagi perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan.

Selain daripada itu, soal larangan kepada Hakim untuk mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar umat berbeda agama dan kepercayaan tidak boleh dengan SEMA, tetapi harus dengan UU atau setidak-tidaknya dengan PERMA itupun tidak boleh bertentangan dengan UUD ’45, agar mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.

Komentar