Sema Ma Larang Hakim Mengabulkan Permohonan Pencatatan Nikah Antar Umat Berbeda Agama, Inkonstitusional

Dengan demikian SEMA No.2 Tahun 2023 dimaksud adalah inkostitisional, karena telah mengekang kebebasan orang untuk memeluk dan menjalankan ibadah agama dan kepercayaan dan mengekang kemerdekaan dan kebebasan hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara, apalagi hanya dengan SEMA, apakah Ketua MA sedang main-main dengan soal yang sesensitif ini.

KEBIRI KEBEBASAN HAKIM.

Padahal Ketua Mahkamah Agung RI seharusnya tahu bahwa UU Kekuasaan Kehakiman melarang segala campur tangan dalam kekuasaan dilarang dan diancam dengan pidana oleh UU Kekuasaan Kehakiman.
Dengan SEMA No.2 Tahun 2023, semakin memperburuk wajah Mahkamah Agung yang sudah bopeng akibat praktek Mafia Hukum dan Peradilan.

Selain daripada itu, SEMA No.2 tahun 2023, meskipun tidak mempunyai arti secara yuridis terutama bagi Hakim-Hakim, namun secara sosiologis dan psichologis memperlihatkan betapa Ketua MA mengeluarkan kebijakan yang diskriminatif, apalagi selama ini Pengadilan sudah mengabulkan Pencatatan Perkawinan antar umat berbeda agama.

SEMA ini tidak sejalan dengan falsafah negara yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

bukan hanya berdampak sebagai teror terhadap Hakim-Hakim dalam menegakan prinsip kebebasan Hakim, tetapi juga mengkerdilkan Hakim-Hakim untuk berinovasi, hakim-hakim lebih takut kepada seorang Ketua MA dari pada UU atau UUD 45, sehingga banyak Hakim kita menjadi kerdil, hanya mau tunduk kepada apa maunya Ketua MA.

Banyak Hakim Indonesia yang pintar dan hebat tetapi tidak berani muncul dan menyampaikan pikirannya ke publik sebagaimana Hakim-Hakim Orde Baru yang berani berdebat dan berbeda pendapat dengan masyarakat, politisi, DPR dan Advokat, ketika ada persoalan hukum yang mengemuka ke publik. Sebagai contoh adalah Hakim-Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dahulu, seperti : John Z. Loudu, SH, Bismar Siregar, SH., Heru Gunawan SH, TM.Abdullah SH dll. di era Orde Baru.

Komentar