Sepakat!, Sertifikat Tanah Elektronik Ditunda, Ini Lengkapnya

JurnalPatroliNews – Jakarta,– Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta pemberlakuan sertifikat tanah elektronik yang tertuang dalam Permen ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 ditunda.

Hal ini juga sudah tertuang dalam kesimpulan rapat kerja antara Komisi II DPR RI dengan Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil mengenai sertifikat elektronik.

“Komisi II DPR dan Menteri ATR/BPN sepakat menunda pemberlakuan Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2021,” kata Pimpinan rapat Komisi II, Ahmad Doli Kurnia, Jakarta, Senin (22/3/2021).

Meski kesimpulan poin pertama sudah disepakati, Ahmad Doli terpaksa untuk menskors rapat khususnya pembahasan kesimpulan. Keputusan tersebut diambil lantaran masih banyak interupsi dari anggota dan keterbatasan waktu rapat di masa pandemi COVID-19.

“Baik bapak/ibu sekalian, pak menteri yang saya hormati, jadwal kita padat, supaya memang agenda ini tidak berlarut berkepanjangan, kita tunda sampai besok, besok jam 10 ya. Maka dengan mengucapkan bismillah rapat kerja kita hari ini ditunda dilanjutkan sampai besok jam 10,” kata Ahmad.

Dengan kata lain, kesimpulan yang sudah disepakati baru diambil pada poin pertama. Sementara ada beberapa poin kesimpulan yang akan diambil kesimpulannya pada esok hari.

Adapun beberapa poin kesimpulan yang sudah disepakati maupun yang masih dalam pembahasan, antara lain:

1. Komisi II DPR RI dan Menteri ATR/BPN RI sepakat untuk menunda pemberlakuan Peraturan Menteri ATR/BPN RI No. 1 Tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik, dan segera melakukan evaluasi dan revisi terhadap ketentuan yang berpotensi menimbulkan permasalahan di masyarakat.

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR/Kepala BPN) Sofyan Djalil mengungkapkan biar kerok polemik mengenai kebijakan sertifikat tanah elektronik. Menurut dia, polemik terjadi karena ada salah persepsi terhadap aturan yang berlaku.

Khususnya pada Pasal 16 Permen ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik.

“Kami rencanakan yang disebut sertifikat elektronik ini seperti digital lainnya, paling aman, waktunya lebih singkat, pelayanannya lebih transparan, lebih cepat, dan memberikan perlindungan,” kata Sofyan.

Permen ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik ini, kata Sofyan belum sebagai beleid pelaksana melainkan hanya aturan awal agar proses pelaksanaannya mendapat akreditasi dari BSSN dan Kementerian Komunikasi dan informatika (Kominfo).

Meski belum dilaksanakan, namun banyak yang mempersepsikan salah mengenai kehadiran Pasal 16. Di mana, banyak yang mengutip atau mengartikannya secara setengah-setengah. Padahal, pasal tersebut saling berkaitan dari ayat pertama hingga keempat.
Adapun bunyi ayat pertama, penggantian sertifikat fisik menjadi sertifikat tanah elektronik termasuk penggantian buku tanah, surat ukur dan atau gambar denah satuan rumah susun menjadi dokumen elektronik.

Ayat kedua, penggantian sertifikat tanah elektronik sebagaimana dimaksud ayat (1) dicatat pada buku tanah, surat ukur dan atau gambar denah satuan rumah susun.

Ayat ketiga, kepala kantor pertanahan menarik sertifikat untuk disatukan dengan buku tanah dan disimpan menjadi warkah pada kantor pertanahan.

Ayat keempat, seluruh warkah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan alih media (scan) dan disimpan pada pangkalan data.

“Di pasal 16 ini sumber masalahnya, ini gara-gara dikutip di luar konteks seolah pasal 16 ayat 3 padahal itu sebuah kesatuan,” katanya.

“Jadi dikutip seolah-olah menarik, karena mengalihmediakan, kalau saya punya sertifikat, dialihkan ke buku tanah, nanti kita stempel kalau sudah sertifikat online,” ujarnya.

(*/lk)

Komentar