Bambang Brodjonegoro: Jurus Prabowo Tingkatkan Pendapatan Pajak Tanpa Naikkan PPN

JurnalPatroliNews – Jakarta – Tarif pajak pertambahan nilai (PPN) di Indonesia berpotensi naik dari 11% menjadi 12% pada Januari 2025, sesuai dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Namun, hingga saat ini, Presiden Terpilih Prabowo Subianto belum memberikan pernyataan resmi mengenai kebijakan tersebut. Adik kandung Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, memberi sinyal bahwa Prabowo cenderung menurunkan tarif pajak penghasilan badan (PPh Badan).

Kebijakan pemerintah yang berfokus pada perubahan tarif PPN dan PPh untuk meningkatkan penerimaan pajak mendapat kritik dari mantan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro.

Menurutnya, fokus yang hanya tertuju pada kedua jenis pajak ini membuat penerimaan negara rentan terhadap gejolak ekonomi, terutama yang terkait dengan harga komoditas.

“Struktur penerimaan negara kita sangat bergantung pada kondisi ekonomi, terutama PPh Badan dan PPN,” kata Bambang dalam program Squawk Box CNBC Indonesia pada Kamis, 16 Oktober 2024.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan per Agustus 2024, PPh Badan dan PPN Dalam Negeri mendominasi total penerimaan pajak, dengan kontribusi masing-masing sebesar 23% dan 17,8%.

PPh Pasal 21 (pajak gaji karyawan) dan PPN Impor hanya menyumbang 14,7% masing-masing, sementara PPh Orang Pribadi (PPh OP) kontribusinya hanya 1%.

“Jika kondisi ekonomi baik, penerimaan PPN dan PPh Badan akan meningkat. Namun, kondisi ekonomi tidak selalu stabil, dan ini memengaruhi penerimaan pajak,” tambah Bambang.

Bambang menekankan bahwa kebijakan pajak yang berfokus pada PPh OP akan lebih stabil dan tidak terlalu dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi.

Ia menilai, penerimaan pajak di negara-negara maju lebih mengandalkan PPh OP yang tidak bergantung pada siklus ekonomi.

“Dengan mengandalkan PPh OP, penerimaan negara bisa lebih stabil, karena pajak ini dikenakan pada penghasilan masyarakat,” jelasnya.

Bambang juga mengingatkan bahwa fokus pada PPh OP tidak akan berdampak signifikan pada daya beli masyarakat. PPN, yang dikenakan pada setiap transaksi, dapat mengurangi daya beli tanpa mempertimbangkan status ekonomi individu.

“Dengan pendekatan ini, masyarakat tidak akan terbebani dengan kenaikan pajak yang bersifat transaksi langsung seperti PPN,” tutup Bambang.

Komentar