Secara yudisial, lanjut Ruhaini, Presiden Jokowi telah menginstruksikan Kejaksaan Agung (Kejagung) dan mendorong Komnas HAM untuk terus melanjutkan proses hukum atas pelanggaran HAM berat.
Ia mencontohkan kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai, Papua pada 2014. Dugaan kasus pelanggaran HAM tersebut sudah dilimpahkan ke pengadilan.
“Atas upaya ini, Presiden mengapresiasi kesungguhan semua pihak termasuk Kejagung dan Komnas HAM,” terangnya.
Selain yudisial, pemerintah juga menggunakan pendekatan non-yudisial dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu yakni dengan mengedepankan pengungkapan kebenaran, pemulihan korban, dan jaminan ketidakberulangan tindakan serupa. Hal ini, dilakukan dengan membentuk tim penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.
“Keputusan Presiden (Keppres) saat ini sudah ditandatangani oleh Presiden. Ini semakin menguatkan kinerja pemerintah dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu secara non-yudisial yang saat ini sedang berlangsung. Pemerintah dan DPR saat ini juga terus melakukan pembahasan untuk percepatan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi,” katanya.
Ruhaini juga mengungkapkan beberapa upaya penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu melalui pendekatan non-yudisial, yaitu pelaksanaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh pasca Daerah Operasi Militer, serta penyiapan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Papua yang menjadi bagian dari UU Otonomi Khusus (Otsus) Papua.
Komentar