Gara-gara Utang, Crazy Rich India Ini Potong Pasokan Listrik ke Bangladesh

JurnalPatroliNews – Jakarta – Perusahaan penyedia energi listrik asal India, Adani Power, mengambil langkah drastis dengan mengurangi pasokan listrik ke Bangladesh. Langkah ini diambil setelah negara Asia Selatan tersebut terlilit utang besar kepada perusahaan milik taipan Gautam Adani, yang terkenal sebagai salah satu orang terkaya di dunia.

Adani Power, yang mengoperasikan pembangkit listrik Godda dengan kapasitas 1.600 megawatt (MW) di negara bagian Jharkhand, India timur, mengekspor sebagian besar produksinya ke Bangladesh.

Namun, sejak awal Agustus 2024, perusahaan ini telah mengurangi pasokan listrik bulanan yang sebelumnya mencapai 1.400-1.500 MW menjadi hanya sekitar 700-750 MW, yang berarti pengurangan hingga 50%. Pada pekan lalu, pasokan tersebut bahkan turun lagi menjadi sekitar 520 MW.

Pengurangan pasokan listrik ini terjadi berbarengan dengan jatuh tempo pembayaran utang Bangladesh kepada Adani Power yang mencapai US$ 800 juta atau sekitar Rp 12,5 triliun. Utang tersebut menjadi beban berat bagi pemerintah Bangladesh yang kini tengah berusaha mengatur keuangan negara di tengah krisis ekonomi.

Dalam sebuah pernyataan, Muhammad Fauzul Kabir Khan, penasihat listrik dan energi di pemerintahan Bangladesh, menegaskan bahwa negara tersebut sedang berusaha membayar tunggakan utang tersebut secara bertahap.

“Kami akan mengambil langkah alternatif jika ada yang menghentikan pasokan,” katanya, menambahkan bahwa Bangladesh tidak akan membiarkan produsen listrik mengancam ketahanan energi mereka.

Sebagai respons, Bangladesh pekan lalu membuka surat kredit senilai US$ 170 juta (Rp 2,6 triliun) untuk mempercepat pembayaran kepada Adani. Meski begitu, belum ada kejelasan mengenai bagaimana surat kredit tersebut akan diproses.

Kondisi ekonomi Bangladesh saat ini sangat memprihatinkan. Negara ini mengalami inflasi yang tinggi dan penurunan tajam dalam konsumsi dan ekspor. Bank Dunia memprediksi bahwa pertumbuhan PDB riil Bangladesh hanya akan mencapai 5,2% pada tahun fiskal 2024, dengan laju perlambatan lebih lanjut menjadi 4,0% pada tahun fiskal 2025.

Menurut Bank Dunia, tantangan ekonomi Bangladesh masih besar, dengan inflasi yang tinggi, defisit neraca pembayaran, dan ketidakstabilan sektor keuangan yang menghambat pemulihan ekonomi.

Di tengah kondisi tersebut, negara ini juga dilanda krisis politik setelah mantan Perdana Menteri, Sheikh Hasina, mundur, dan pemerintahan sementara kini dipimpin oleh ekonom peraih Nobel, Muhammad Yunus.

Komentar