JurnalPatroliNews – Jakarta – Keputusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang menjatuhkan vonis ringan kepada Djoko Dwijono, bekas Direktur Utama Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC), memicu kritik dari DPR.
Vonis tersebut dianggap tidak sebanding dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan, terutama karena pertimbangan sikap sopan Djoko selama persidangan.
Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, menegaskan bahwa majelis hakim tidak seharusnya menggunakan kesopanan sebagai salah satu pertimbangan dalam menjatuhkan hukuman. “Menurut saya, pemikiran hakim sudah kebolak-balik.
Kesopanan tidak bisa dijadikan standar dalam memutuskan vonis,” ujar Nasir Djamil .
Politisi PKS ini menambahkan bahwa persidangan kasus tindak pidana korupsi seharusnya berfokus pada aspek hukum, bukan pada etika terdakwa.
“Persidangan tindak pidana korupsi bukanlah arena sidang etik. Setiap terdakwa yang dinyatakan bersalah harus dijatuhi hukuman berdasarkan tindakan hukum mereka, bukan berdasarkan etika atau kesopanan mereka selama persidangan,” tambahnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis tiga tahun penjara dan denda Rp250 juta kepada Djoko Dwijono. Vonis ini jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang meminta empat tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri menjelaskan bahwa beberapa faktor meringankan keputusan tersebut, termasuk pengakuan bersalah dan penyesalan Djoko Dwijono, sikap sopan selama persidangan, serta statusnya sebagai tulang punggung keluarga.
Hakim juga mempertimbangkan kontribusi Djoko dalam pembangunan jalan tol yang dianggap bermanfaat bagi masyarakat dengan mengurangi kemacetan lalu lintas.
Namun, DPR menilai bahwa pertimbangan semacam itu seharusnya tidak mempengaruhi keputusan hukum dalam kasus korupsi, dan menekankan pentingnya penegakan hukum yang konsisten dan adil.
Komentar