Oleh: Andre Vincent Wenas
Perang rakyat semesta (permesta) tapi dengan metode, sistematika atau strategi Aksi-Massa ala Tan Malaka. Dalam bukunya Aksi Massa ada beberapa gagasan utama yang perlu kita pahami. Apa sajakah gagasan itu dan relevansinya bagi kita dalam memerangi korupsi?
Berikut gagasan utama dari buku Aksi-Massa buah karya sang jenius Tan Malaka, yang coba kita tarik relevansinya demi memerangi korupsi di Indonesia yang sudah kronis dan malah semakin akut akhir-akhirnya.
Seperti layaknya sebuah perjuangan kemerdekaan, haruslah dilakukan secara terorganisir dan massal. Perjuangan mesti dilakukan secara terstruktur, dan dengan perencanaan yang matang. Massif artinya melibatkan banyak orang untuk mencapai tujuan kemerdekaan, semacam perang semesta.
Begitupun dalam memerangi korupsi, rupanya harus mendapat dukungan massa yang terorganisir.
Aktor-aktornya yang berjuang disini menurut Tan Malaka adalah kaum proletariat sebagai kekuatan utama. Kaum Buruh dan petani harus menjadi kekuatan utama perjuangan karena mereka yang paling terkena dampak penindasan kolonial dan kapitalis.
Untuk proletariat jaman sekarang adalah kaum UMR, para petani dan pengangguran korban perusahaan yang tutup (bangkrut) gegara massifnya korupsi di segala sektor. Gurita korupsi telah mencekik tiga soko guru perekonomian nasional: BUMN, Swasta dan Koperasi. Pungli ada dimana-mana.
Tapi kaum proletar yang berjuang belumlah cukup. Perjuangan kaum proletariat itu harus dibarengi kesadaran nasional, yaitu kesadaran akan identitas nasional dan perjuangan bersama. Ini sangat penting untuk mempersatukan rakyat dan mencapai kemerdekaan, kata Tan Malaka.
Begitu pun perang melawan korupsi, tidak cukup hanya kaum UMR yang berteriak-teriak. Kesadaran tentang identitas “Manusia Indonesia” ala Mochtar Lubis dulu harus digeser jadi “Insan Pancasila” yang jadi model dan jadi inspirasi bagi generasi emas yang akan membawa Indonesia jadi negara maju.
Dulu Tan Malaka bilang, gagasan di atas bisa terwujud jika mengutamakan persatuan dan kesatuan di antara perjuangan kemerdekaan. Setelah seluruh pejuang bersatu maka perlu membangun organisasi yang terstruktur dan disiplin untuk mencapai tujuan. Demikian pun dengan para pejuang anti-korupsi, mereka mesti bersatu.
Organisasi yang dimaksud oleh Tan Malaka adalah memiliki pimpinan pusat yang kuat dan terstruktur memiliki cabang-cabang di daerah jaringan dengan organisasi lain, sistem komunikasi yang efektif.
Masyarakat sipil pejuang anti-korupsi bersama triumvirat penegak keadilan, Kejaksaan Agung, Kepolisian dan KPK mesti kompak melakukan “check and balances” bersama parlemen di pusat maupun daerah. Sekaligus mendayagunakan Inspektorat Jenderal di setiap Kementerian dan BPK serta BPKP.
Kemudian organisasi yang terbentuk sebagai front perjuangan harus memiliki jiwa kritis dan analitis sehingga dapat menganalisis situasi politik dan sosial secara kritis untuk menentukan strategi perjuangan. Paduan beberapa organisasi ini saling berkoordinasi sekaligus saling mengawasi, jangan sampai terjadi kolusi atau kongkalikong (permufakatan jahat) satu sama lainnya.
Tidak berhenti di situ untuk mencapai tujuan kemerdekaan, kata Tan Malaka, maka harus berani dan rela berkorban yaitu menunjukkan keberanian dan kesediaan untuk berkorban dalam perjuangan kemerdekaan.
Tak ada perjuangan yang tanpa pengorbanan. Pengorbanan tenaga, waktu, uang dan bahkan nyawa. Tapi terkhusus untuk perang melawan korupsi, semua harus dihitung berdasarkan ‘calculated risks’, risiko yang diperhitungkan dengan cermat dan bijaksana. Jangan sampai malah mengorbankan perjuangan itu sendiri gegara sekedar ingin tampil heroik dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Strategi perjuangan. Untuk sampai kepada tujuan kemerdekaan Tan Malaka merumuskan strategi perjuangan.
Pertama, strategi perjuangan massa. Strategi perjuangan yang dimaksudkan Tan Malaka adalah yang pertama adalah mobilisasi massa, yaitu menggalang dukungan massa untuk memperkuat perjuangan. Kedua pembentukan organisasi yaitu membangun organisasi yang terstruktur untuk mengkoordinasikan perjuangan.
Ketiga penggunaan propaganda yaitu menggunakan propaganda untuk membangun kesadaran nasional dan mempengaruhi opini publik. Keempat penggunaan taktik gerilya yaitu menggunakan taktik gerilya untuk melawan pasukan kolonial.
Kampanye anti-korupsi mesti terus menerus disuarakan. Para koruptor yang sudah divonis bersalah mestinya tidak punya hak untuk jadi pejabat publik untuk masa waktu tertentu, misalnya sepuluh atau dua puluh tahun setelah menjalani hukuman penjara yang tanpa remisi.
Kampanye ini terus menerus digaungkan lewat berbagai kanal yang dimiliki masyarakat sipil maupun organisasi pemerintah. Sehingga bisa membangun opini publik serta akhirnya jadi budaya bangsa yang mengapresiasi kerja keras, kerja jujur dan kerja cerdas.
Strategi yang kedua yaitu strategi politik. Strategi politik Tan Malaka yang pertama adalah membangun front persatuan dengan partai dan organisasi lainnya. Kedua penggunaan diplomasi yaitu menggunakan diplomasi untuk memperoleh dukungan internasional.
Membangun koalisi partai-partai politik untuk mendukung pengesahan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana Korupsi dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Karena pada kenyataannya, di Indonesia, parlemen (baik pusat maupun daerah) dikendalikan juga oleh DPP Partai Politik.
Ketiga pembangunan kesadaran nasional yaitu membangun kesadaran nasional dan identitas Indonesia. Keempat yaitu pengkritisan kolonialisme yaitu mengkritik kebijakan kolonial dan memperlihatkan dampaknya.
Strategi yang ketiga yaitu strategi militer. Strategi militer Tan Malaka yang pertama adalah pembentukan pasukan perlawanan untuk melawan pasukan kolonial. Kedua penggunaan taktik sabotase yaitu menggunakan taktik sabotase untuk mengganggu kegiatan kolonial.
Ketiga penggunaan intelijen yaitu menggunakan intelijen untuk mengumpulkan informasi tentang pasukan kolonial. Keempat pembangunan basis perlawanan yaitu membangun basis perlawanan di daerah pedalaman.
Perang melawan korupsi juga perlu dilakukan Operasi Tangkap Tangan yang di dahului operasi penyadapan. Sehingga operasi seperti ini membuat mereka berniat korup jadi gentar. Satgas Saber Pungli (Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar) yang pernah dibentuk tahun 2016 lalu oleh Presiden Joko Widodo perlu ditingkatkan lagi peran serta aktivitasnya.
Keempat strategi sosial ekonomi. Strategi ekonomi politik Tan Malaka yang pertama membangun ekonomi rakyat yaitu membangun ekonomi rakyat dengan mengembangkan industri dan pertanian. Kedua penghapusan ketimpangan. Menghapus ketimpangan ekonomi dan sosial.
Upaya pembangunan Koperasi Merah Putih di pedesaan merupakan pemberdayaan kelas bawah agar terbebas dari lintah darat dan pinjol yang telah menjerumuskan banyak anak bangsa ke jurang utang yang tak terbayarkan.
Ketiga, pembangunan pendidikan. Membangun pendidikan untuk meningkatkan kesadaran nasional. Keempat, pengembangan koperasi untuk meningkatkan ekonomi rakyat.
Pendidikan Moral Pancasila penting ditinjau kembali. Lalu perkuatan ekonomi kerakyatan dengan regulasi yang memudahkan orang membuka dan memulai usaha UMKM. Insentif perpajakan, kemurahan tarif, serta keamanan berusaha menjadi kondisi yang ditunggu-tunggu masyarakat kecil.
Strategi yang kelima yaitu strategi ideologis. Strategi ideologis Tan Malaka yang pertama adalah pembangunan kesadaran kelas. Membangun kesadaran kelas di kalangan proletariat. Kedua pengkritisan kapitalisme, mengkritik kapitalisme dan imperialisme.
Ketiga yaitu pengembangan ideologi nasional, yaitu pengembangan ideologi nasional yang berbasis pada nilai-nilai Indonesia. Keempat pembangunan identitas nasional, yaitu membangun identitas nasional Indonesia.
Para koruptor yang telah divonis bersalah oleh pengadilan juga mesti mendapatkan hukuman sosial yang sepantasnya. Strategi kebudayaan bangsa yang menghargai kerja keras, kerja jujur dan kerja cerdas mesti tak henti-hentinya dipromosikan.
Jakarta, Selasa 25 Maret 2024
Andre Vincent Wenas,MM,MBA., Pemerhati Ekonomi dan Politik, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta.
Komentar