Secara psiko-sosiopolitik, juga terbukti bahwa pada masa kampanye pemilu, terutama pemilihan presiden, masyarakat Indonesia memang gemar menyebarkan hujatan, cacian, cemoohan, bahkan fitnah, demi menjatuhkan karakter lawan politik dalam perebutan kekuasaan.
Angkara murka ujar kebencian yang dilakukan oleh Fufufafa memuncak pada Pilpres 2019, menyasar pihak tertentu yang pada Pilpres 2024 justru menjadi sekutu dari pihak yang diduga memiliki akun Fufufafa.
Pada hakikatnya, hikmah dapat diambil dari setiap heboh. Insya Allah, heboh Fufufafa akan menyadarkan KPU dan Bawaslu untuk tegas melarang serta memberikan sanksi terhadap ujaran kebencian yang dilakukan oleh peserta pemilu selama kampanye, terutama Pilpres. Kode etik promosi yang melarang iklan mendiskreditkan produk pesaing juga seharusnya dipatuhi oleh para pelaku kampanye pemilu.
Silakan memuji diri sendiri setinggi langit, namun jangan merendahkan, mencemooh, menghujat, mencaci-maki, apalagi memfitnah lawan politik selama masa kampanye pemilu. Hal tersebut terbukti lebih banyak membawa mudarat daripada manfaat bagi mereka yang menyebarkan kebencian. Heboh Fufufafa menegaskan makna luhur dalam peribahasa, “menepuk air di dulang terpercik muka sendiri.”
Komentar