Oleh Dr. Antonius Benny Susetyo Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP
JurnalPatroliNews – Jakarta – Indonesia, sebuah negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alam, merdeka sejak 17 Agustus 1945. Namun, meskipun kemerdekaan telah diraih, banyak yang berpendapat bahwa kemerdekaan sejati belum sepenuhnya tercapai.
Bung Karno dan Bung Hatta mendambakan masyarakat yang adil dan makmur, sesuai dengan sila kelima Pancasila: “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Hingga kini, cita-cita tersebut masih menjadi tantangan besar.
Salah satu upaya strategis pemerintah untuk mewujudkan cita-cita ini adalah dengan memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Keputusan Presiden Joko Widodo ini bertujuan untuk mengurangi dominasi Jawa sentris dan memberikan peluang bagi kawasan Indonesia Timur untuk berkembang. Pemindahan ibu kota diharapkan dapat menciptakan pemerataan pembangunan dan mengurangi kesenjangan antarwilayah.
Namun, langkah ini juga menimbulkan berbagai pertanyaan, terutama terkait budaya, keadilan sosial, dan makna kemerdekaan yang sejati. Kalimantan, rumah bagi suku asli seperti Dayak, Banjar, dan Kutai, memiliki kekayaan budaya yang harus dihormati dan dilestarikan. Pemindahan ibu kota tidak hanya tentang pembangunan infrastruktur fisik, tetapi juga bagaimana budaya lokal dapat dipertahankan dan diperkuat.
Komentar