Dikagumi John F. Kennedy Lantaran Berani Bertentangan dengan Partainya Sendiri

Oleh: Andre Vincent Wenas

John Quincy Adams (JQA) adalah salah satu Presiden AS yang dikagumi oleh John Fitzgerald Kennedy (JFK). JQA adalah presiden ke 6 (menjabat 1825-1829), sementara JFK presiden AS ke 35 (1961 – ditembak 1963).

Catatan Bill Davidson, teman JFK sejak masa muda yang kemudian dibukukan dengan judul “President Kennedy Selects Six Brave Presidents”. Diterbitkan oleh Harper & Row Publishers, New York, tahun 1961.

Kenapa JQA dikagumi oleh JFK? Nanti, sebelum cerita keberanian JQA, kita belok sebentar ke Asia. Soal Najib Razak (Malaysia) dan Hasto Kristiyanto (Indonesia).

“If somebody has transgressed the law then they have to face the music,” begitu ucap Najib Razak. Mantan PM Malaysia menyikapi skandal keuangan 1MDB. Menarik, ucapan senada juga keluar dari mulut Hasto Kristiyanto dalam skandal Harun Masiku. “Satyameva Jayate!,” pekik Hasto. Ya, kebenaran dan saudara kembarnya: keadilan, sedang merambat maju.

Kedua orang ini de-facto dan de-jure terlibat dalam kasus korupsi, tapi keduanya berujar tentang “kata-kata mutiara” yang mengesankan seolah mereka berdua sedang berada dalam gerbong yang memperjuangkan keadilan.

Memolitisasi kasus korupsi (penyuapan) sambil meng-klaim dirinya sedang dikriminalisasi. Upaya pengalihan isu yang klasik dilakukan para politisi cum-koruptor yang tertangkap aparat penegak hukum (APH).

Kalau ada orang-orang separtainya yang mengritik mereka, maka kartu keanggotaan partainya dicabut, alias diberhentikan atau dipecat. Beberapa pejabat negeri jiran sudah jadi korban, di Indonesia pun hal serupa terjadi.

Tapi akibatnya sekarang malah Najib Razak dan Hasto Kristiyanto yang mesti berhadapan dengan hukum. Mereka didakwa, dan karenanya mesti membuktikan bahwa dakwaan itu tidak benar. Sebaliknya jaksa penuntut umum juga demikian, mereka mereka akan membuktikan segala tuntutannya adalah benar. Adil. Hakim yang akan memutuskannya nanti.

Mereka mesti menyampaikan bukti-buktinya secara terbuka, mesti menghadirkan saksi-saksinya juga secara terbuka. Kemarin Djan Faridz dipanggil KPK lagi, katanya duit pelicin yang dari Hasto masih disimpan penyidik KPK.

Duit pelicin? Itu yang katanya untuk kepentingan membatalkan praperadilan Hasto, tapi batal diberikan lantaran mantan hakim agung yang diduga bakal bertindak sebagai makelar kasus batal main golf. OTT-nya batal, tapi KPK telah bertindak cepat dengan menggeledah rumah Djan Faridz. Hasilnya? Tiga koper plus satu tote-bag. Isinya? Tunggu, kabarnya bakal diungkap di pengadilan.

Djan Faridz ini mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), juga mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Hebat juga Hasto, parpol tetangga bisa dibuatnya ikut terlibat. Tentakelnya panjang juga. Kata orang, duit (rupiah maupun dollar) itu ibarat Kartu Anggota Partai Joker, bisa mengakses semua partai politik.

Namun semua sudah terbongkar. Tak ada lagi kongkalikong di belakang layar, sejak sekarang semua bukti harus ditampilkan di depan layar. “If somebody has transgressed the law then they have to face the music” dan “Satyameva Jayate”. Sementara kita, rakyat jelata dengan setia menonton serial bersambung ini. Season-1, season-2 dan seterusnya, sampai selesai nanti.

Oh ya, idiom “If somebody has transgressed the law then they have to face the music” itu maknanya “Jika seseorang melanggar hukum, maka mereka harus menerima hukumannya”. Sedangkan idiom “Satyameva Jayate”, bermakna kebenaran pasti menang atau kebenaran pasti menemukan jalannya sendiri.

Kembali JQA. Ia adalah anak kedua John Adams yang mantan wakil presiden dari George Washington (Presiden pertama AS), yang kemudian jadi Presiden AS kedua menggantikan George Washington.

John Quincy Adams dikagumi lantaran ia jadi model bagi JFK dalam hal “honesty, integrity and valor in government” (kejujuran, integritas dan keberaniannya dalam pemerintahan). JQA juga tercatat dalam buku JFK yang terkenal “Profiles in Courage” dalam soal standar kepantasan “as opposed to the selfish desires of his party” (berlawanan dengan keinginan egois partainya).

JQA memang kalah popular dibanding tokoh sezamannya seperti Andrew Jackson, Henry Clay, John C. Calhoun dan Daniel Webster. JQA menempuh pendidikannya di Paris lalu ke negeri Belanda. Setelah berkeliling Eropa, ia kembali ke AS dan melanjutkan studi di Harvard, lulus tahun 1787 bertepatan saat Konstitusi AS ditulis.

Hobinya menulis, banyak sekali artikelnya yang sudah diterbitkan. JQA akhirnya ditunjuk oleh Presiden George Washington sebagai “Minister to Holland” pada tahun 1794. Itu kabarnya gegara artikelnya tentang urusan luar negeri, walaupun saat itu usianya baru menginjak 27 tahun.

Karir politiknya terus menanjak. Menapaki usianya yang ke 36 ia masuk ke Senat AS. Salah satu dari konflik pertamanya dengan partainya sendiri, yaitu Partai Federalis (Federalist Party) adalah saat Presiden Thomas Jefferson hendak membeli Louisiana (Louisiana Purchase) dimana Partai Federalis bersikap opposan terhadap inisiatif ini.

Partai Federalis yang membenci Napoleon menolak menolak pembelian ini, padahal JQA beranggapan bahwa ekspansi wilayah ke arah barat ini sangat esensial bagi AS secara keseluruhan. Dan ini bertentangan dengan pandangan Partai Federalis yang puas dengan wilayah New England.

Alasannya karena New England ini memang sangat kaya, lagipula wilayah ini adalah segmen yang paling penting dari kesatuan Amerika yang dapat terus mereka kendalikan secara finansial.

Akibatnya, JQA dilabel oleh partainya sebagai pengkhianat. Tindakannya disebut sebagai “an act of perfidy” (tindakan pengkhianatan). Ia kemudian dicap oleh partainya sendiri sebagai orang yang “cold, tactless and rigidity conscientious” (dingin, tidak bijaksana, dan kepala batu).

Ia kerap bersebarangan dengan pendapat partainya sendiri manakala dianggapnya bertentangan dengan nilai kejujurannya. Ia berpandangan bahwa loyalitas pada partainya berakhir tatkala loyalitasnya pada negara dimulai (my loyalty to my party ends where my loyalty to my country begins).

Dan ini terus berlanjut sepanjang karirnya sebagai politisi bahkan sampai ia jadi presiden AS yang keenam. Ia sudah tahu bahwa ia tak akan terpilih kembali untuk periode kedua sejak ia sering berseteru dengan partainya. Ia dikalahkan Andrew Jackson dalam pemilihan berikutnya.

Kebijakannya antara lain menggunakan Bank Sentral sebagai alat kekuasaan fiskal negara. Menggunakan cukai untuk melindungi perindustrian dalam negeri. Tanah atau property milik pemerintah diurus dari pusat untuk mengatur penjualan dan pemakaiannya.

Suku Indian Amerika dan tanah adat mereka diurus dari pusat untuk melindungi mereka dari tentakel yang mencekik. Membangun infrastruktur jalan raya, berbagai terusan dan rel kereta api. Memperbaiki bidang pendidikan dan mengembangkan dunia ilmiah.

Setelah lengser sebagai presiden, ternyata JQA tetap berkiprah di dunia politik dengan gigih. Tadinya ia mau kembali ke Massachusetts untuk menikmati koleksi buku-bukunya. Tetapi ia dipilih kembali untuk jadi anggota parlemen.

Kontribusinya sebagai anggota dewan, diantaranya menentang perbudakan, pengambil alihan Texas dari Meksiko, dan peperangan dengan Meksiko. Sampai akhirnya JQA jatuh pingsan di ruang sidang dewan perwakilan rakyat.

JQA meninggal dunia dua hari kemudian pada 23 Februari 1848 di Washington DC dalam usia 80 tahun. Ia dikenang juga sebagai pemimpin yang mengusahakan politik negara yang kuat di bawah institusi presiden.

Presiden John Fitzgerald Kennedy mengagumi John Quincy Adams, sambil membandingkan persoalannya dengan parlemen, bilang begini: “make my problems with Congress pale into insignificance” (membuat masalah saya dengan Kongres jadi tidak signifikan).

Jakarta, Sabtu 29 Maret 2025
Andre Vincent Wenas,MM,MBA., Pemerhati Ekonomi dan Politik, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta.

Komentar