Kasus Judi Online, Bertindak Setelah Heboh Dan Jatuh Korban

Oleh: Agusto Sulistio – Mantan Kepala Aksi & Advokasi PIJAR era 90an

JurnalPatroliNews – Jakarta,-Sekitar tiga tahun lalu, pemerintah Indonesia meluncurkan kampanye besar-besaran menutup dan mengejar pemilik situs yang menyebarkan ideologi terorisme berbasis Islam garis keras. Meskipun muncul perdebatan mengenai keaslian situs-situs tersebut yang diduga bahwa situs tersebut mungkin dibuat untuk memojokkan organisasi tertentu. Namun demikian operasi penutupan situp beraliran teroris tetap berlanjut. Ironisnya, banyak tersangka teroris yang muncul dari operasi ini mayoritas dari kelompok agama Islam.

Setelah operasi pemberantasan situs terorisme mulai mereda, perhatian publik beralih ke fenomena baru yaitu situs judi online. Sekitar tiga tahun lalu, situs judi online mulai bermunculan, namun perhatian pemerintah terhadap fenomena ini tidak seketat penanganan terhadap situs radikal Islam. Padahal, kita ketahui bersama, terlepas dari soal terorisme, bahwa ajaran Islam khususnya, dan agama lain menolak permainan haram judi. Walau kedua jenis situs tersebut, situs ajaran teroris dan situs judi online sama-sama memiliki potensi merusak yang besar bagi masyarakat. Apalagi terungkap melakui beberapa media terpercaya bahwa aliran dana yang beredar di situs judi online mencapai 600 triliun rupiah, sebuah angka yang mencengangkan.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat bahwa nilai transaksi judi online di Indonesia telah mencapai angka yang sangat besar, menembus Rp600 triliun. Keterangan Kepala PPATK, mengungkapkan bahwa pada kuartal pertama tahun 2024 saja, perputaran transaksi judi online sudah lebih dari Rp100 triliun. Jika digabungkan dengan periode tahun-tahun sebelumnya, totalnya mencapai lebih dari Rp600 triliun.

Perhatian publik terhadap judi online mulai meningkat tajam ketika kasus Irjen Ferdi Sambo mencuat. Saat itu netizien menyoroti bisnis ilegal judi online yang diduga menjadi bagian usaha yang dilindunginya dengan dukungan Satgasus. Namun dugaan itu pun meredup setelah Satgasus secara resmi dibubarkan oleh Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Akan tetapi perhatian publik terus fokus hingga desakan dilakukannya reformasi lebih dalam di tubuh Polri. Belum tuntas harapan publik, persoalan berlalu dan berpaling persoalan lainnya, diantaranya tragedi Stadion Sepak Bola Kanjuruhan, Malang, Jatim, dan berbaragam wacana menjelang Pilpres 2024.

Terkait judi online yang mulai menjadi sorotan publik saat itu, sepertinya pemerintah, terutama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), tampaknya belum memfokuskan upaya mereka pada pemberantasan judi online saat itu.

Sekian lama perhatian publik terhadap judi online redup seiring berakhirnya persidangan mantan petinggi Propam Polri, publik kembali menyoroti judi online setelah berita mengejutkan tentang seorang istri (polwan) yang membakar suaminya (polri) hingga tewas karena judi online membahana. Kasus ini kembali menyedot perhatian jutaan netizen dan memicu berbagai amarah terhadap judi online, mengingatkan pada hebohnya awal kasus Sambo muncul.

Dari pengalaman tersebut tentu membuat pemerintah lebih gesit dan cepat dalam mengatasi keadaan. Tentu pemerintah, khususnya Menteri Kominfo tak mau dijadikan pihak yang paling bersalah dan bertanggung jawab dalam soal judi online. Padahal praktek judi online tak bisa beroperasi sendiri tanpa memiliki fasilitas, jaringan internet, izin dan lembaga perbankan sebagai media transaksi keuangan para pemain dan bandar judi online.

Komentar