Kasus Judi Online, Bertindak Setelah Heboh Dan Jatuh Korban

Menanggapi meningkatnya keresahan publik, Kemenkominfo menyatakan telah memblokir sebanyak 2,1 juta situs judi online. Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo, Usman Kansong, mengungkapkan bahwa mayoritas server situs judi online ini berada di luar negeri, terutama di negara-negara Asia Tenggara.

Dari 17 Juli 2023 hingga 22 Mei 2024, Kemenkominfo telah memutus akses sekitar 1.918.520 konten judi daring dan menutup ribuan sisipan halaman judi di situs pendidikan dan pemerintahan.

Sayangnya langkah positif memblokir situs judi online yang telah dilakukan Kominfo tidak sesuai fakta dilapangan. Bahwa kenyataannya selana periode operasi penutupan situs tersebut, bermunculan iklan promosi Judi online secara terang-terangan dengan menampilkan artis nasional sebagai daya tarik konsumen. Hal itu menujukkan langkah yang bertolak belakang, satu sisi Kominfo memblokir situs judi online, disisi lain promosi judi online berbagai situs dan vendor semakin marak dan terbuka.

Kini perhatian publik kembali bersemi setelah terjadinya kasus mengenaskan yang menimpa keluarga Polri. Sampai kapankah kita bertindak setelah ada korban dan desakan publik?

Penyebab maraknya judi online

Menurut pakar terkenal, seperti Dr. Naomi Muggleton dari University of Oxford dan Tara E. Hahmann dari Gambling Research Exchange Ontario, kemiskinan dan minimnya lapangan pekerjaan merupakan faktor utama yang menyebabkan maraknya perjudian online di suatu negara. Dr. Muggleton menjelaskan bahwa perjudian sering kali terjadi di lingkungan dengan tingkat kemiskinan tinggi karena orang-orang di area tersebut lebih rentan terhadap iklan dan keberadaan tempat judi.

Tara E. Hahmann juga menyoroti bahwa orang-orang dengan pendapatan rendah cenderung menghabiskan persentase yang lebih besar dari pendapatan mereka untuk berjudi, yang meningkatkan risiko kerugian finansial dan sosial secara signifikan. Dalam kondisi ini, banyak orang yang melihat perjudian sebagai cara cepat untuk mendapatkan uang, meskipun risiko kerugiannya sangat besar.

Kedua pakar ini menjelaskan bahwa masalah ekonomi dan sosial yang mendasari, seperti kemiskinan dan kurangnya kesempatan kerja, memperburuk situasi perjudian online, menciptakan siklus ketergantungan dan kerugian yang sulit diputus.

Minggu, 16 Juni 2024, 17:09 Wib, Masjid Arief Rahman Hakin, Kampus UI, Salemba, Jakarta Selatan.

Komentar