JurnalPatroliNews – Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 telah mengamanatkan antara lain memajukan kesejahteraan umum, melindungi segenap tumpah darah Indonesia.
Keadaan ini sebagai anti thesa dari kondisi kolonialismeyang menindas dan menyiksa selama 350 tahun oleh penjajah Belanda, Inggris dan Jepang serta Portugis. Para bapak pendiri bangsa membebaskan Indonesia dari belenggu penindasan, sebagai anti thesa dari penjajahan maka Negara bentukan revolusi 1945 di akhir perang dunia kedua berkeinginan membuat kehidupan rakyat lebih baik lagi sekaligus menjadi snitesa.
Sejak diproklamasikan 17 Agustus 1945, para pendiri bangsa berkeinginan segala pemindahan kekuasaan dilaksanakan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Harapan tersebut tidak ototmatis terlaksana, maraknya gangguan keamanan oleh Belanda dan sekutu yang tak ingin Negara kaya sumber daya angraria ini tumbuh besar menjadi Negara maju. Terhitung ada 2 (dua) kali agresi militer Belanda dengan sekutu terhadap republic yang masih berumur seumur jagung bahkan belum memiliki tentara yang modern dan professional.
Ditengah agresi, pemebrontakan diberbagai daerah mulai DI/TII, PERMESTA, PRRI, RMS dan Peristiwa madiun 1948 telah disusun peraturan perundang-undangan yang memuat peraturan dasar pokok-pokok agraria. Hal yang menarik penjajah masuk karena kekayaan alam yang luar biasa, telah menghasilkan struktur kepemilikan agrarian yang timpang sekaligus memiskinkan rakyat, untuk menciptakan kemakmuran rakyat maka disusunlah Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang barang tentu tidak mulus pelaksanaannya mulai dari 1948 tercatat beberapa panitia baik Panitia Jogja karta, Jakarta hingga tanggal 24 September 1960 diundangkan UUPA tersebut bertepatan dengan hari Tani.
Ayunan cangkul bung Karno memnadakan dimulainya landreform yang dipayungi oleh UUPA. Landredorm untuk menata struktur agrarian yang timpang warisan kolonialisme selama 350 tahun. Langkah revolusioner ini tentuy didukung oleh kaum marhaen yang mayoritas tertindas namun perlawanan pun sangat sengit dari mereka yang menguasai sumber daya agrarian dalam skala luasnyang diuntungkan oleh perilaku kolonialisme.
Salaam 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya UUPA untuk dilakukan penataataan struktur yang timpang sekaligus menjabarkan pasal 33 dari UUD 1945 telah mendapatkan dukungan luas dari rakyat bahkan PKI bagian pemerintah saat ini terlihat gigih memperjuangkan kebijakan pemerintah dengan paying melaksanakan landreform. Di lapangan tidak sesederhana telah terjadi maraknya perlawanan terhadap pelaksanaan landreform yang didasarkan UUPA dari sisi lain kaum progresif pendukung landreform bereaksi keras.
Aksi saling bertentangan baik antara Kelompok progresif yang mendorong pelaksanaan landreform dengan payung UUPA dikategorikan aksi sepihak. Demikian Kelompok kontra revolusi yang berwatak penindas dan feodal yang menguasai sumber agrarian melakukan aksi sepihak menolak pelaksanaan landreform. Aksi sepihak ini merugikan pelaksanaan landreform yang dialkukan pemerintah. Keadaan Negara yang tidak kondusif memicu pemberontakan akibat rasa tidak puas dan kudeta terhadap presiden sukarno tepat 5 (lima) tahun sejak UUPA diundangkan.
Kerasnya penumpasan terhadap Sukarno dan pendukungnya serta gagasannya membuat kebijakan landreform bahkan kaum penentang melakukan aksi sepihak melawan UUPA sejak Suharto berkuasa mendapat posisi tawar tinggi, memukul kaum progresif membuat stigma mereka yang melalukan aksi sepihak. Sejarah selalu ditulis kaum pemenang, demikianlah ansib kebijakan landreform sejak ORBA berhasil menjatuhkan Presiden Sukarno telah mati suri. Pelaksanaan penataan sumberdaya agrarian warisan colonial yang tumpang dan menindas rakyat marhaen.
Kondisi diperparah dengan masuknya kapitalis asing sebagai akibat kebijakan mengundang investor asing yang barang tentu paling banyak bergerak disektor ekstraktif untuk mengeksploitasi alam. Dukungan tangan besi rezim orba terhadap perusahaan/investor asing yang lapar sumberdaya agrarian telah memarjinalkan rakyat kaum marhaen dalam mengakses sumber daya agrarian.
Kemsikinan structural di depan mata, dengan tidak adanya demokratisasi dalam bidnag ekonomi akibat sumberdaya agrarian tidak terdistribusi kepada rakyat namun terkosntrasi kedalam pemilik krooni-kroni orde baru. Rakyat telah dimarjinalkan menjadi penonton pembangunan dengan harapan memperoleh tetesan dari teori trickle down effect.
Keadaan ini telah menyuburkan Kelompok konglomerat yang super kaya disisi lain kaum amrhaen semakin tertindas menjadi budak di negeri sendiri akibat desakan kapitalis rakus yang lapar tanah mengakuisisi sumber agraria dalam segelintir konglomerat, investor yang didukung Suharto. penggusuran tanah-tanah marhaen membuat mereka tidak bertanah dikuasai konglomerat, pengembang dan investor membuktikan ketimpangan struktur agraria adalah nyata.
Struktur agraria yang timpang warisan kolonialisme muali di tata sejak 1060-1965 kembali rusak akibat orde baru berkuasa 32 tahun memperparah ketimpangan kepemilikan karena kebijakan landreform dimati surikan dan demokratisasi ekonomi tidak terjadi. Akses kepada agraria diserahkan semua kroni-kroni orde baru.
Jatuhnya Suharto pada 1998 adalah kehendak rakyat Indonesia yang tidak diuntungkan oleh kebijakan orde baru. Warisan ketimpangan orde baru ,emjadi target pelaksnaan landreform. Kebijakan orba yang pro pemodal, pengusaha dan investor asing dapat dilihat dilapangan. Pemebrian kawasan sekitar danau toba kepada koorporasi yang beraktivitas menebang pohon yang sudah barnag tentu tidak mendukung kebijakan danau toba sebagai destinasi wisata kelas dunia.
Dimana rezim Suharto lebih memeberi keleluasaan kepada PT. Inti Indorayon untuk menguasai dan mengeksploitasi sumberdaya agrarian di sekitar danau toba.
Aktivitas perusahaan merambah mendesak masyarakat adat yang lebih dahulu bermukim diwilatah adat sihaporas.
Konflik agrarian itu dipicu kebijakan pemerintah orde baru memberi akases kepada pengusaha sebagaimana disebut di atas telah memarjinalkan masyarakata dat sihaporas. Meski ada kampanye landreform tidak serta merta membuat perusahaan yang menguasai ribuan ha tanh di kabupaten simalungun itu masuk dalam penataan agrarian.
PT Inti Indorayon uatama telah tutup namun kembali hadir PT. Toba Pulb Lestari yang masih bebas beroperasi meski perlawanan rakyat sampai berjalan kaki dari sinatar ke istana merdeka di Jakarta bertemu presiden Jokowi tetap mengasai tanah tanah ebrasal dari tanah amsyarakat adat sihaporas , diaman mereka tak punya tanah tetapi PT TPL memiliki ribuan ha tanah.
Permasalahan
Rumusan masalah yang bisa diperas adalah sebagai berikut:
- Kebijakan public yang diambil pemerintah untuk melakukan landreform berbenturan dengan pelaksnaan di lapangan
- Kebijakan public Negara, dimana pemerintah orde baru memberikan wilayah adat kepada PT. Inti Indorayin Utama telah embuat konflik agraria dan memiskinkan masyarakat adat sihaporas yang kalah
- Kebijakan public yang terus memberikan keleluasaan kepada PT TPL tidak membuat kehidupan rakyat sekiatr lebih baik
Landasan teori
Kebijakan public dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis dan dasar rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan serta cara bertindak (tentang perintah, organisasi dan sebagainya)
Menurut kamus Cambridge, kebijakan public adalah kebijakan pemerintah yang mempengaruhi setiap orang di suatu Negara atau Negara bagian atau kebijakan secara umum.
David eastondalam a system analysis of political life (1963) mendefinisikan kebijakan public sebagai pengalokasian nilai-nilai secara paksa kepada seluruh anggota masyarakat.
Thomas R Dye dalam understanding public policy (1978) menyatakan kebijakan public adalah apa yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan
Menurut Anderson dalam public policy matrik (1984) kebijakan public adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah.
Tujuan kebijakan public, adalah daapot dicapainya kesejahteraan melalui peraturan yang dibuat pemerintah. Selain itu bertujuan untuk dapat diperolehnya nilai-nilai oleh public baik yang bertalian dengan barang publik (public goods) mnaupun jasa public (public service)
Ciri-ciri kebijakan publik adalah :
- Kebijakan tersebut adalah tindakan pemerintah untuk menciptakan kesejahteraan rakyat
- Kebijakan dibuat melalui tahap-tahap yang sistematis sehingga semua variable pokok dari semua permasalahan yang akan diperuntukan tercakup
- Kebijakan harus dapat dilaksanakan oleh organisasi pelaksanaan
- Kebijakan perlu dievaluasi sehingga diketahui berhasil atau tidak dalam penyelesaian masalah
Pembahasan
Struktur agraria yang timpang warisan koloniaql diperbaiki pemerintah sukarno namun diperparah oleh pemerintah Suharto dengan kebijakan orde baru yang pro pemodal menggusur rakyat. Rezim Suharto memberikan konsesi diwilayah masyarakat adat sihaporas kepada PT Inti indorayon Utama yang kemudian ditutup lalu kembali muncul dengan nama PT.Toba Pulp Lestari di wilayah bekas beroperasinya PT Inti Indorayon Utama.
Kebijakan public yang mengalokasikan sumber daya agrarian kepada PT TPL telah mebawa dampak dimana kebijkan public tersebut telah memaksa masyarakat adat sihapoiras kehilangan mata pencahariannya dari bercocok tanam pada lokasi yang diberi konsesi dari pemerintah. Konflik Agraria tak terelakkan lagi membuat traumatic, menggusur wilayah adat membuat masyarakat adat sihaporas menjadi tidak sejahtera dan semakin miskin.
Pemberian konsesi PT.TPL di wilayah kabupaten simalungun tidak sejalan dengan terori kebijkana public. Hal ini dilihat dari tujuan dari kebijakan public adalah mencapai kesejahteraan rakyat namun yang terjadi dengan adanya konflik agrarian masyarakata dat semakin dimiskinkan. Belum lagi wilayah yang dikuasai PT.TPL membuat struktur agrarian timpang yang berimplikasi demokratisasi ekonomi tidak berjalan baik menimbulkan kehilangan kesempatan masyarakat adat untuk mengejar kemakmuran.
Sudah saatnya pemerintah jokowi membuat levaluais terhadap kebijakan public dari pemerintah sebelumnya agar lebih baik bagi kesejahteraan rakyat sebagai tujuan dari kebijakanpublik itu sendiri.
Dalam proses evaluasi perlu dihindari masukan dari PT TPL kepada pemrintah baik pusat dan daerah provinsi serta kabupaten. Pemerintah sudah saatnya menghapus konsesi terhadap TPL agar wilayah tersebut didistribusikan kepada masyarakat adat sebagai penggarap yang terlebih dahulu ada daripada TPL.
Kebijakan publik yang tidak dilakukan landreform bias dilakukan menjadi dilaksanakn landreform untuk kesejahteraan rakyat masyarakat adat sekaligus melakukan kebijakan mengalokasi tanah kepada TPL. Tahapan sistematis kebijakan public terhadap pemberian konsesi kepada TPL harus diperiksa dimana perlu identifikasi masalah, sejauh mana kebutuhan masyarakat terhadap tanah perlu formulasi kebijakan yang perlu dicapai lewat strategi-strategi agar lanbdreform lebih menyasar kaum marhaen.
Adopsi analisis politik diperlukan untuk mencapai tujuan landreform di lokasi TPL dari politisi untuk dukunagn anggaran, peraturan perundnag-undnagan missal Perda, pemilihan pejabaty kepala kantor pertanahan kabupaten simalunbgun yang mau melaksanakan landreform deimana komisi II DPR dapat melakukan penawasan kebijakan landreform di bekas lokasi TPL.
Tugas Mata Kuliah Kebijakan Publik
Dosen Prof Marlon
Manaek Tua
NIM. 218105002
Komentar