Kenapa Prabowo-Gibran?

Oleh: ANDRE VINCENT WENAS

JurnalPatroliNews – Jakarta – Dinamika politik memang tidak sesimpel yang dibayangkan. Kita agak sederhanakan perjalanannya mulai tahun lalu. Oktober 2022, PSI mengumumkan hasil Rembuk Rakyat (poling digital) lewat laman PSI.

Poling awalnya dibuka oleh Giring Ganesha bulan Februari 2022, dan pengumuman hasilnya disanpaikan Grace Natalie pada Oktober 2022. Rembuk Rakyat Mencari Penerus Jokowi memakan waktu sekitar sembilan bulan di tahun 2022. Singkatnya, Ganjar Pranowo-Yenny Wahid akhirnya dikampanyekan oleh PSI lebih awal.

Tapi fenomena itu tidak berdiri sendiri. Itu adalah semacam reaksi terhadap kegiatan politik elite PDIP yang pada waktu itu ingin mencapreskan Puan Maharani. Kita ingat waktu itu ada ribuan baliho Puan di seluruh Indonesia yang diinstruksikan oleh mesin partai PDIP agar memasangnya secara masif di seluruh pelosok negeri. 

Tidak ada yang ribut, tidak jadi gaduh karena memang juga tidak mendapat respons (yang positif) dari publik. Waktu itu tampaknya lebih menarik baliho Ganjar-Yenny besutan PSI. Media cukup ramai meliput. Pendek kata pamor baliho Puan pupus di hadapan baliho kampanye PSI Ganjar-Yenny. 

Elite PDIP tentu saja “marah” dengan “kenakalan” PSI yang katanya “tanpa etika” telah mencapreskan kadernya. Perdebatan publik cukup ramai. Posisi PSI cukup jelas, hanya mengumumkan hasil jajak pendapat online yang dikasih judul Rembuk Rakyat Mencari Penerus Jokowi. Begitu pendapat publik, begitu pula yang diumumkan oleh PSI. Tapi anehnya PSI dituduh telah membajak kader parpol lain.

Sebetulnya apa yang dilakukan PSI kira-kira sama dengan banyak lembaga riset yang mengumumkan hasil polingnya tiap bulan akhir-akhir ini (2023). Jadi apanya yang tidak etis? Nampaknya sekarang kita mengerti sekarang bahwa itu semua hanya tuduhan membabi buta PDIP lantaran tidak sejalan dengan rencana semula untuk mencapreskan Puan Maharani. PSI dianggap mengganggu rencana beberapa elite PDIP untuk mencapreskan Puan. 

Hubungan PDIP dengan PSI walau secara dejure diakui oleh kedua belah bepihak selalu “berkomunikasi” tapi defacto pada kenyataannya tidak baik-baik saja. Sampai ke masa persiapan pemilu yang disebut dengan fase verifikasi faktual oleh KPU pada semester pertama 2023. 

Kalau ada daerah yang tidak memenuhi persyaratan, maka KPU akan mendiskualifikasi parpol tersebut. PSI mengalami masalah itu. Hampir saja didiskualifikasi, tidak bakal bisa ikut dalam Pemilu 2024.

Tidak perlu diceritakan panjang lebar bagaimana perjuangannya sampai akhirnya PSI bisa lolos babak verifikasi faktual itu. Bagaimana upaya-upaya penggagalan PSI oleh jaringan parpol tertentu itu. 

Tapi sekarang tanpa rasa malu parpol itu malah bilang “Jangan sampai ada kecurangan dalam pemilu”. Ya sudah, senyumin dan jogetin saja kata bro n sis di PSI. Ini persis seperti ungkapan: Maling teriak maling. 

Sekarang soal pencalonan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Ini juga bukan pasangan yang dibayangkan dan direncanakan sejak semula oleh semuanya, terutama juga oleh Jokowi. Hasil Rembuk Rakyat PSI tahun 2022 adalah Ganjar-Yenny. Sekarang kok jadi Pabowo-Gibran, bagaimana ceritanya? 

Ini bukan jalan mudah yang mesti ditempuh oleh PSI maupun (terutama) oleh Presiden Jokowi. Jalan yang sulit, begitu istilah Hasan Nasbi dalam podcast-nya Microphone. Jalan yang sulit mesti ditempuh Jokowi lantaran jalan yang mudah sudah dututup rapat oleh PDIP/Megawati. 

Konstelasi politik pun mengalami perubahan. Surya Paloh (Nasdem) punya peta jalannya sendiri. Setelah berbagai dinamika politik yang terjadi, pada ujungnya Muhaimin Iskandar (PKB) berpisah jalan dengan Prabowo dan bergabung dengan Surya Paloh/Anies Baswedan/Nasdem sebagai cawapres.

Awalnya, pertandingan diharapkan hanya di antara “all the president’s men” yaitu antara Prabowo versus Ganjar. Siapa pun yang menang tak jadi soal, Jokowi bisa memastikan terjadinya keberlanjutan pembangunan yang sudah dilakukan Jokowi. Tapi realitasnya tidaklah seperti harapannya. 

Komentar