Korupsi Bermodus ‘Zakat’ di LPEI: Drama Munafik di Balik Lembaga Pembiayaan Ekspor

Sinyal soal penyimpangan di LPEI sebenarnya sudah muncul sejak lama. Pada Maret 2024, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah melaporkan kejanggalan ini ke Kejaksaan Agung. Pemeriksaan bersama dilakukan dengan BPKP, Jamdatun, dan Inspektorat Jenderal. Empat perusahaan pertama yang didalami menyebabkan potensi kerugian sebesar Rp2,5 triliun.

Tak lama kemudian, BPK juga menemukan indikasi kerugian sebesar Rp81 miliar dari hasil investigasi. Setelah laporan masuk, proses penyelidikan bergulir cepat. Pada Maret 2024, KPK menetapkan status penyidikan dan kemudian mengidentifikasi tujuh tersangka, meski identitas mereka belum dirilis ke publik kala itu.

Karena penanganan tumpang tindih, akhirnya Kejaksaan Agung secara resmi menyerahkan perkara ini ke KPK. Proses pengalihan kasus dilakukan demi efektivitas, efisiensi, dan sinkronisasi dalam penyidikan.

Kini, seluruh perhatian publik tertuju pada KPK. Mampukah mereka mengurai benang kusut mega-korupsi ini tanpa kompromi? Akankah seluruh pelaku dan pihak terkait diseret ke meja hukum tanpa pandang bulu?

Yang jelas, skandal ini tidak hanya menunjukkan kerusakan sistem, tapi juga kebobrokan moral. Korupsi dengan kedok “zakat” mungkin jadi salah satu puncak kemunafikan dalam sejarah keuangan publik kita. Tinggal publik yang kini berharap, KPK tidak mengulangi kesalahan masa lalu dan benar-benar berdiri sebagai benteng keadilan—tanpa ikut-ikutan jadi peminta-minta seperti yang pernah terjadi.

Komentar