Pendapatan dari TKDD (Transfer Ke Daerah dan Dana desa) direncanakan sebesar Rp 2,359 trilun, sedangkan realisasinya per Juni 2025 adalah Rp 334,2 miliar, atau cuma 14,16 persennya.
Pendapatan lainnya (Pendapatan Transfer Antar Daerah) sebesar Rp 344,89 miliar, realisasi per Juni 2025 cuma sebesar Rp 22 miliar, atau 6,38 persen. Pos ini rupanya yang merupakan dana kompensasi dari Pemerintah Kota Jakarta.
Sisi belanja APBD Kota Bekasi sebesar Rp 6,984 triliun, realisasi per Juni 2025 adalah Rp 1,249 triliun, atau cuma 17,89 persen. Ini terdiri dari Belanja Pegawai Rp 2,730 triliun, realisasi Rp 744,41 miliar atau cuma 27,27 persen. Belanja Barang dan Jasa Rp 2,763 triliun, realisasi per Juni 2025 Rp 449,22 miliar atau 16,26 persen.
Sedangkan Belanja Modalnya dirancang sebesar Rp 1,136 triliun, realisasinya sebesar Rp 3,14 miliar saja atau cuma 0,28 persen. Dan pos Belanja Lainnya sebesar Rp 355,24 miliar, realisasinya Rp 52,65 miliar, atau cuma 14,82 persen.
Dalam perjalanan selama hamper 6 bulan ini nampaknya penyerapan anggarannya masih sangat minim. Dan ini rupanya yang menjadi perhatian wakil rakyat itu. Pos mana saja yang perlu dievaluasi secara ketat dan rinci? Dan mengapa kesenjangan ‘plan’ versus ‘actual’-nya begitu lebar? Apa yang telah terjadi? Lalu bagaimana tindak lanjut atau action-plan-nya?
Ini jelas butuh transparansi dalam pengelolaan anggaran daerahnya, Walikota dan setiap OPD di bawahnya harus (wajib) memaparkan program-program kota di hadapan parlemen beserta anggarannya secara terbuka dan rinci. Sehingga akuntabilitasnya jelas dan transparan. Ini pengelolaan uang rakyat, bukan uang nenek moyang.
Sehingga ujungnya, visi kota yang berbunyi mentereng, “Kota Bekasi yang Nyaman dan Sejahtera”, bisa benar-benar terealisasi, bukan jadi kota sampah, amburadul, bau dan tentu saja sama sekali tidak nyaman dan sejahtera.
Komentar