Mengapa di Negara yang Tak Anggap Agama Penting Justru Mampu Membuat Warganya Paling Bahagia

Dengan menyelami data ini, terbuka mata kita mengenai realitas agama dalam prakteknya di abad 21.

Banyak faktor yang bekerja. Dua penyebab utama. Pertama adalah berubahnya driving force peradaban.

Dulu di abad pertengahan dan sebelumnya, agama menjadi driving force utama peradaban.

Tapi di era modern, driving force utama peradaban berpindah kepada ilmu pengetahuan dan manajemen modern.

Untuk maju, makmur dan mampu membuat warga negara bahagia, tergantung dari kemampuan negara itu dalam mengelola ilmu pengetahuan dan manajemen modern, bukan oleh intensitas beragama.

Tanpa kemampuan mengelola ilmu pengetahuan dan manajemen modern secara optimal, sebuah negara tak akan mampu membuat warganya bahagia, walau intensitas beragama di negara itu begitu luas.

Suka atau tidak, inilah realitas yang ada. Driving force peradaban utama sudah tak lagi di tangan hidup beragama.

Kedua, agama pun meredup sebagai kekuatan compassion, kekuatan akhlak. Akibatnya riuh rendah ritus agama tidak berlanjut pada perilaku sosial yang sesuai.

Semakin terlihat ada kesenjangan antara doktrin agama dan peradaban yang dihasilkannnya. Ada jurang menganga antara keriuhan ritus agama dengan perilaku sosial penganutnya.

Data paling mencolok justru dikeluarkan oleh KPK. Di tahun 2011, hasil riset KPK menyatakan departemen agama justru paling korup. Departemen yang tugasnya mengelola agama justru paling tidak menjalankan perintah agama.

Merenungkan paskah dan ramadhan saatnya kembali kita bangkitkan kekuatan compassion, kekuatan akhlak di setiap agama.

Kita termasuk kelompok yang meyakini. Kompleksitas batin manusia tak hanya bisa dipuaskan semata oleh kelimpahan ekonomi dan kemajuan teknologi. Manusia adalah mahluk spiritual yang memiliki tubuh.

Kehangatan cinta, indahnya kekudusan alam adalah sesuatu yang eksistensial yang juga perlu untuk dihayati batin homo sapiens. Karena itu, harta yang terpendam dalam samudra agama tetap berharga untuk terus digali.

Tapi apa itu harta paling mahal yang terpendam dalam samudra agama? Apa itu esensi agama?

Kita pun merujuk kepada sejarah kelahiran agama. Di masa awal kelahiran agama, ia berfungsi menjadi revolusi akhlak bagi masyarakatnya. Itulah esensi agama: melahirkan akhlak kebajikan di hati manusia.

Ajaran kasih dan cinta dalam khotbah di atas bukit Jesus Kristus (Nabi Isa di Islam) dalam agama Kristen itu sebuah revolusi moral di zamannya.

Di era ketika berlaku hukum Nabi Musa: “mata dibalas mata, mati dibalas mati, Yesus mengajarkan yang sangat berbeda: “maafkan mereka yang melukaimu. Cintai musuhmu. Sayangi tetanggamu.

Hal yang sama terjadi pada Nabi Muhammad. Begitu banyak ayat dan hadis yang menyatakan. Nabi diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.

Teman-teman dari Forum Esoterika kembali berkumpul di sini. Bersama kita merayakan hari besar agama secara lintas agama. Sebelumnya kita merayakan imlek agama Konghucu, dan Nawruz agama Bahai. Kini kita bersama merayakan Hari Paskah umat Kristen dan Bulan Puasa Ramadhan umat Islam.

Kita menggemakan kembali apa yang ditulis dalam kitab Veda, 3500 tahun lalu.

“Kebenaran adalah satu. Para nabi dan guru suci datang silih berganti, menyebut kebenaran itu dengan nama yang berbeda.

Kita bangkitan kembali compassion dan kekuatan cinta yang ada pada setiap agama.

Renungan paskah dan ramadan kita arahkan untuk mengembalikan agama cinta kasih, agama akhlak, agama compassion.

Komentar