Originalism di Balik Nasi Bungkus

Oleh : Haidar Adam

Bersyukurlah anda yang membeli nasi bungkus dan mendapati ada petunjuk yang jelas tertera. Jika anda menemukan kode-kode rahasia pada nasi bungkus, sebaiknya anda lebih berhati-hati.

Lazimnya, kode-kode semacam ini muncul di Warung Giras yang semi swalayan. Semi melayani sendiri, maksudnya adalah membuka ruang bagi pembeli untuk mengambil sendiri sebagian barang dagangan yang ingin dibeli.

Hal ini berlaku pada kerupuk, ote-ote, nasi bungkus dll. Namun, untuk jenis makanan/minuman lainnya, pembeli tidak dapat membuatnya sendiri semisal kopi, teh ataupun indomie. Bagi yang tak pernah ke warung Giras, kode semacam ini bisa saja diinterpretasikan secara beragam.

Dalam khasanah pernasibungkusan, setidaknya terdapat dua pendekatan. Salah satunya adalah pendekatan originalism. Pendekatan semacam ini mengandaikan adanya pemahaman yang utuh dari susunan teks dengan melihat pada kombinasi teks (baca:kode) yang ada pada bungkus nasi dan original intent dari penulis kode.

Kode yang ada pada bungkus nasi biasanya beragam. Ada yang menggunakan satu huruf (A, B, C, D, T, dst). Ada juga yang menggunakan dua huruf (AB, AR, BG, GD dst). Original intent dari penulis kode tidak akan kita jumpai kecuali dari transmisi informasi dari pelaku mata rantai produksi yang bermuara pada penjual di warung. Itu pun, jika si penjual tidak Mabar PUBG waktu ditanya.

Keduanya, baik kode maupun original intent, seharusnya dibaca secara senafas. Jika tidak, maka pemahaman kita bisa keliru. Seperti pagi ini, terdapat dua nasi bungkus berkode “D” dan “TD” yang tersedia di lapak.

Oleh penjualnya, diterangkan bahwa kode “D” pada nasi bungkus tersebut berarti daging. Lantas muncul pertanyaan lanjutan untuk bungkus nasi berkode “TD”.

Apa ini maksudnya, pikir saya. Akhirnya, demi melihat posisi nasi bungkus berkode “D” yang berdekatan dengan nasi bungkus berkode “TD”, maka saya mengartikan “TD” sebagai “Tenanan Daging”.

Tibaknya, pas dibuka, isi nasi bungkus berkode TD itu adalah Telur Dadar. Ambyar. Astaga, sekelas apa yang ada di balik isi nasi bungkus berkode TD saja, saya tak mampu memahami dengan benar.

*Penulis adalah Dosen di Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH Unair).

Komentar