Oleh Dr. Benny Susetyo Pakar Komunikasi Politik
JurnalPatroliNews – Jakarta – Indonesia kembali menghadapi krisis demokrasi yang serius setelah Badan Legislasi (Baleg) DPR RI secara kontroversial menolak Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 70/PUU-XXII/2024.
Putusan tersebut, yang seharusnya menjadi landasan hukum tertinggi, diabaikan oleh DPR yang memilih untuk melangkah di luar batas konstitusional. Ini bukan hanya tentang penolakan terhadap batas usia calon kepala daerah, tetapi lebih jauh lagi, ini menunjukkan adanya ancaman terhadap prinsip-prinsip dasar demokrasi dan kedaulatan rakyat.
Penolakan ini berakar dari keputusan MK yang menetapkan bahwa syarat usia calon kepala daerah harus dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Putusan ini bertujuan untuk mencegah manipulasi hukum yang dapat menguntungkan kekuatan politik tertentu, termasuk potensi pencalonan Kaesang Pangarep, putra Presiden Joko Widodo, dalam Pilkada 2025.
Namun, dengan ditolaknya putusan tersebut oleh DPR, peluang bagi aktor politik tertentu untuk melanggengkan kekuasaan melalui celah hukum kembali terbuka.
Penolakan DPR terhadap putusan MK ini mencerminkan erosi serius terhadap kedaulatan rakyat dan integritas demokrasi. Sebagai lembaga yang seharusnya melindungi konstitusi, DPR justru tampak mengabaikan tugas utamanya, menciptakan krisis kepercayaan yang mendalam di masyarakat.
Kondisi ini menuntut kebangkitan kritis dari seluruh elemen bangsa untuk mempertahankan demokrasi dan menolak segala bentuk pelanggaran konstitusi.
Jika tidak segera diatasi, krisis ini berpotensi menghancurkan fondasi demokrasi yang telah dibangun dengan susah payah sejak proklamasi kemerdekaan.
Komentar