Oleh: Andre Vincent Wenas
Tiba-tiba muncul berita bertajuk, “Muncul Isu Penangguhan Penahanan Hasto Ditukar Retret, Pengacara: Bukan Bahasan Kami” (DetikNews, Minggu, 23 Feb 2025 pukul 21:39 WIB). Fenomena ini membuktikan satu hal penting, bahwa PDIP-lah yang selama ini melakukan politisasi hukum.
Memang beredar isu penangguhan (penundaan) keikutsertaan retret kepala daerah kader PDIP itu mau ditukar dengan persetujuan penangguhan penahanan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Kalau benar, permintaan atau persyaratan pihak PDIP ini sangatlah absurd.
Menurut pengertiannya kata absurd itu adalah suatu kata sifat yang berarti tidak masuk akal, mustahil, konyol, atau menggelikan. Absurd berasal dari kata Latin absurdus yang artinya “di luar batas” atau “tidak masuk akal”.
Kasus Hasto yang ditahan KPK adalah sesuai aturan untuk diproses lebih lanjut. Tim hukum PDIP sudah dipersilahkan untuk mengajukan keberatan atau tindakan lain sepanjang berada dalam koridor aturan yang berlaku.
Tapi rupanya teguran Gus Dur dulu terhadap Megawati masih berlaku sampai sekarang, “…kepemimpinan Megawati tidak menghargai kedaulatan hukum melainkan penyelesaian politik.”
Menurut uraian DetikNews, isu mengenai pertukaran retret kepala daerah kader PDIP dengan penangguhan penahanan Hasto itu beredar di sosial media. Dalam kabar beredar itu, disebutkan kepala daerah akan diijinkan bergabung ke retret pada Senin, 24 Februari 2025 setelah penahanan Hasto ditangguhkan.
Kalau benar demikian ini merupakan skandal yang amat sangat memalukan dan amat melecehkan supremasi hukum. Terminologi yang sering diucapkan oleh Hasto sendiri, yaitu politisasi hukum.
Walau pun secara formal saat dikonfirmasi terpisah, kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail mengaku tidak tahu menahu mengenai kabar tersebut. Katanya tim hukum Hasto tidak ikut-ikutan saat membicarakan soal retret kepala daerah di Magelang.
Entah ke arah mana permintaan penangguhan penahanan Hasto ini ditujukan. Apakah minta Presiden Prabowo agar cawe-cawe soal penahanan Hasto ini, atau ke KPK? Atau ke Jokowi? Tidak jelas, karena memang semakin ngawur.
Yang jelas Megawati memang ngamuk dan ngambek, sampai akhirnya mengeluarkan surat nomor 7294/IN/DPP/II/2025 perihal Instruksi Harian Ketua Umum. Surat instruksi yang terbit usai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Di surat itu Megawati meminta kepala daerah yang telah berangkat menuju retreat untuk berhenti hingga adanya perintah selanjutnya. Surat tertanggal 20 Februari 2025 tersebut langsung ditandatangani oleh Megawati sendiri.
Aneh juga, biasanya Hasto atau Megawati yang selalu berseru-seru mengenai pelanggaran menyangkut politisasi hukum, sekarang malah mereka sendiri yang memolitisasi perkara hukum.
Komentar