Positivisasi Etika untuk Lawan Manipulasi Hukum di Indonesia

JurnalPatroliNews  – Makassar – Dalam lanskap politik Indonesia yang semakin rapuh dan sarat dengan kepentingan pribadi serta kelompok elit, hukum yang seharusnya menjadi penopang keadilan kini semakin kehilangan martabatnya.

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bersama Universitas Hasanuddin (Unhas) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Kerapuhan Etika Penyelenggaraan Negara.”

Acara ini menyoroti dinamika kritis etika hukum dan pemerintahan di Indonesia, di mana hukum kerap dijadikan alat kekuasaan untuk melumpuhkan lawan politik.

Seharusnya, hukum berfungsi sebagai instrumen keadilan bagi seluruh masyarakat. Namun, dalam kenyataannya, hukum sering kali dimodifikasi, dipelintir, bahkan ditundukkan demi kepentingan politik dan modal.

Praktik kriminalisasi dan politik bagi-bagi kekuasaan telah menjadi senjata ampuh untuk menaklukkan lawan politik, menjadikan hukum sebagai alat kekuasaan. Ironisnya, Pancasila yang menjadi dasar negara sering kali hanya dijadikan slogan politik tanpa implementasi nyata.

FGD yang digelar BPIP dan Unhas membahas perlunya menegakkan supremasi etika dalam hukum. Etika bukan hanya tentang norma sosial yang abstrak, tetapi harus diinstitusionalisasi melalui aturan tertulis yang jelas dan mengikat. Salah satu langkah konkret yang diusulkan adalah pembentukan Mahkamah Etik Nasional.

Lembaga ini diharapkan dapat menegakkan etika di kalangan penyelenggara negara sehingga perilaku para pemimpin politik tidak hanya diukur dari kepatuhan mereka pada hukum, tetapi juga dari sejauh mana mereka menjunjung tinggi nilai-nilai etika.

Diskusi ini juga menyoroti krisis keteladanan di kalangan pemimpin negara. Ketika para pemimpin yang seharusnya menjadi panutan justru terlibat dalam skandal korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, masyarakat kehilangan figur untuk dijadikan contoh.

Hal ini menciptakan celah besar dalam tatanan hukum dan demokrasi. Hukum yang seharusnya menjadi pelindung hak-hak rakyat malah dijadikan alat untuk menekan lawan politik dan memperkuat kekuasaan.

Dalam konteks ini, BPIP dan Unhas mengusulkan pemisahan antara peradilan hukum dan peradilan etika sebagai langkah mendesak untuk memperkuat supremasi etika dalam hukum.

Sistem hukum Indonesia dinilai masih rentan karena belum mampu memisahkan ranah etika dari ranah hukum. Keputusan yang bersifat etis seharusnya berdiri sendiri dan tidak tunduk pada koreksi peradilan hukum.

Komentar