Mengurangi belanja perjalanan dinas sebesar 50 persen. Membatasi belanja honorarium melalui pembatasan jumlah tim dan besaran honorarium yang mengacu pada Peraturan Presiden mengenai Standar Harga Satuan Regional. Mengurangi belanja yang bersifat pendukung dan tidak memiliki output yang terukur.
Memfokuskan alokasi anggaran belanja pada target kinerja pelayanan publik serta tidak berdasarkan pemerataan antar perangkat daerah atau berdasarkan alokasi anggaran belanja pada tahun anggaran sebelumnya. Lebih selektif dalam memberikan hibah langsung baik dalam bentuk uang, barang, maupun jasa kepada Kementerian / Lembaga.
Secara garis besar ini adalah suatu paradigm-shift, pergeseran paradigma dari berpikir dan bertindak secara konvensional, menuju kepala daerah yang bertindak sebagai seorang CEO (chief executive officer) yang kreatif dan inovatif dalam mengelola daerahnya masing-masing. Mayor’s Economy jadi imperative.
Professor Keyu Jin (The New China Playbook: Beyond Socialism and Capitalism) bilang bahwa China mencapai kemajuannya seperti sekarang tidak dengan mengikuti “jalan barat”, justru China menganut apa yang disebutnya “State-led economic intervention”. Memberdayakan (bukan memperdayai) para kepala daerah untuk memimpin daerahnya. Mayor’s economy.
Kreatif dan inovatif mengelola anggaran daerahnya, bukan sekedar mengandalkan retribusi, tukang pungut ini dan itu layaknya preman berbaju dinas. Bersama para pembantu presiden (menteri dan lembaga-lembaga non-kementerian) mesti aktif cari terobosan-terobosan investasi yang lebih mendayagunakan potensi daerahnya masing-masing.
Komunikasi adalah lem perekatnya, dan policy deployment atau pembagian tugas adalah cara mengeksekusinya. Kalau ada bagian yang macet atau tidak berfungsi ya diganti, istilahnya di-reshuffle.
Tak usah malu-malu dan tak usah takut-takut.
Bandung, Jumat 14 Februari 2025
Andre Vincent Wenas,MM,MBA., Pemerhati Ekonomi dan Politik, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta
Komentar